Rabu, 16 Mei 2012

Cinta Alvin and the chipmunks



“ Dunia akan selalu bersinar tanpa lampu buatan James Watt, cintalah yang membuat dunia ini bersinar dan semakin indah, all we need is love...” R LG

Rasanya tidak enak membicarakan sebuah kehidupan tanpa ada cinta didalamnya, itu seperti membicarakan kehidupan Soekarno tanpa istri ataupun gundik-gundiknya, bagaikan menginjakkan kaki di kota Medan tanpa singgah di Polonia atau mengunjungi Paris tanpa bercengkrama ditepi sungai Seine sambil mengamati keindahan menara Eifel...
Cinta selalu menjadi trending topic di dunia ini, baik itu cinta erros, cinta monyet,cinta filia,atau cinta apapun itu, yang penting cinta. Dan aku bukan manusia yang mati rasa yang tidak mengenal apa itu cinta. Aku bukan manusia membosankan yang tidak memiliki kisah cinta, walaupun kisah cintaku tragis yang bahkan dikalahkan oleh CINTA FITRI DENGAN 7 SESSION SEDANGKAN KISAH CINTAKU TAMAT HANYA DALAM HITUNGAN JARI, hitungan 10 orang  jari tangan dan kaki..   dan kebanyakan adalah cinta sepihak yang malang. Kalau Raditya Dika mengatakan alasan orang jomblo adalah karena mereka TERLALU ASYIK JATUH CINTA SENDIRIAN, maka jika ada yang menanyakan mengapa aku masih single maka jawabanku adalah :
Aku selalu menyukai orang yang tidak menyukaiku, dan aku selalu tidak menyukai atau mencoba menyukai orang yang menyukai ku, sangat simpel kan?
Aku pertama kali melihatnya ketika di Serbaguna pada waktu MOS. Dia sedang berdiri tidak lebih dari 20 meter didepanku . Dari lantai 2 aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Lelaki berambut lurus dengan kaca mata Alvin di filem Alvin and the chipmunks, aku sedang mengamatinya. Tetapi tentu saja dia sedang tidak melihat kearahku. Dia sedang asyik menikmati perform dari sebuah klub musik. Aku tidak tahu musik jenis apa itu, gendang yang cukup besar dipukul sekuat tenaga, mereka melakukannya sambil menggerakkan badannya, kalau tidak salah itu sebuah kesenian yang tenar dikalangan anak muda Jepang.
 Aku sangat menikmati penampilan mahasiswa yang sangat energic itu, terlebih dengan suguhan spesial didepan mataku, seperti duduk ditepi danau Toba, dengan laptop dikaki bersiap menulis cerita, sesekali memandang air yang bergerak perlahan, ditemani angin yang sepoi-sepoi, tak lupa Kenny G memainkan musik Forever in love nya.. atau bagaimana kalau aku sekalian memanggil Sarah Brighman dan Josh Groban untuk menyanyikan lagu yang sangat ku sukai THERE FOR ME... aku berencana menyanyikannya di pernikahanku beberapa tahun yang akan datang..(asekk....)
Aku tidak mengenalnya, aku baru saja melihatnya, baru kali ini dan baru hari ini maksudku. Aku tidak tahu namanya, aku tidak tahu dia suku apa, atau agama apa. Aku hanya menyukainya, dari ribuan manusia dengan perbandingan perempuan dan laki laki 1 : 3. Maka hanya dia yang ku sukai. Sepertinya aku akan menghabiskan hari ini dengan mengamati dia, lebih baik dari pada aku harus kesal dengan ospek hari ini. Pasti ini yang dirasakan James Blunt ketika dia menciptakan lagu “You’re Beautiful” nya itu, sayangnya mahluk yang sedang ku lihat didepanku ini tidak cantik, He’s good looking. Temanku bilang dia tidak ganteng, ah aku tidak yakin dengan jawabannya soalnya dia bilang Siwon juga nggak ganteng jadi kemungkinan matanya udah katarak.
Sepertinya Tuhan memberikan satu alasan untuk tinggal disini.
          Beberapa hari setelah itu aku selalu mencarinya, saat didalam kelas mataku selalu keluar berharap akan menemukan wajahnya. Penjelasan dosen mengenai fungsi – fungsi manajemen pun tidak ku dengarkan lagi.  Aku sering berdiri di lantai dua dan mengamati kelantai satu. Dan ketika ku temukan lelaki berkaca mata Alvin and The chipmunks itu maka aku akan tersenyum. Dan aku akan mengamatinya sampai dia benar – benar tidak akan tampak lagi didepanku atau saat dosen sudah datang.
          Tak lama aku berkenalan dengannya.. Aku menyukainya, aku sangat menyukainya, sungguh aku sangat menyukainya. Aku menyukai senyumannya, aku suka saat dia berbicara dan menyampaikan argumennya. Aku juga suka saat dia tertawa ketika aku dan beberapa temanku menghabiskan waktu dengan menonton filmAlvin and the Chipmunks dengan nya. Ketika dia asyik mengamati polah Alvin dan Theodore si gendut maka aku sedang asyik mengamati wajahnya. Dia sangat lucu.
Aku bisa merasa tenang didekatnya, aku tidak tahu mengapa. Aku tidak merasakan jantungku dag dig dup, aku tidak merasakan dadaku sesak seperti balon udara yang seakan mau meledak. Aku bisa duduk tenang disampingnya, berbicara dengannya, berdebat dan tersenyum.  Aku tidak seperti Andrea Hirata yang merasakan dunia berputar saat dia bersama Aling, aku juga tidak mendengar bunyi musik seperti di filem India saat aku berada disekitarnya. Dunia masih berjalan normal, matahari masih tetap panas menyengat dan hujan, tetap saja hujan, akan membuat basah. Namun hari memang menyenangkan.
“ benaran suka sama dia ? “ aku mengangguk. Dia tidak yakin, tidak ada satupun temanku yang yakin kalau lelaki itu benar-benar membuatku gila. Aku menyukainnya, dia bagaikan Katya Kristanaema, mahasiswa Jerman yang sangat cantik untuk Andrea Hirata dan Gengnya.
“ memangnya kenapa? “ tanyaku
“ kamu biasa aja didekatnya. Ku rasa itu hanya kagum aja.”
Begh... jadi maksudnya aku harus mencak-mencak gitu?
          Tetapi aku benar – benar gila dibuatnya. Aku akan merasakan euforia ketika dia mengkomen status atau ketika dia membalas komentarku di statusnya.
Suatu malam, dia mengirimkanku sms, hujan, banjir dan aku tidak mempunyai pulsa. Tidak mungkin aku membalas smsnya menggunakan handphone temanku, tidak, itu tidak etis.
Maka dengan keyakinan yang kuat, aku menembus hujan, aku mencari counter dan berhasil mengisi pulsa di handphone ku, maka segeralah ku balas smsnya.
          Dia benar – benar membuat hariku sangat menyenangkan. Setiap malam aku tidak sabar menanti esok akan datang dan aku akan melihatnya. Bahkan melihat gang rumanya pun aku tersenyum.
          Aku menemukan satu fakta dalam diriku dan juga dalam diri setiap orang ketika mereka sedang fall in love. Orang yang jatuh cinta itu cenderung sangat sensitif. Kalau tiba-tiba bertemu dengannya dijalan, maka dalam hati berkata,” sepertinya Tuhan meresetui perasaanku..”. hingga pada akhirnya disadari ketika sedang menyukai seseorang orientasi hidup terlalu tertuju padanya dan kita kehilangan kontrol atas diri sendiri.
Ketika sedang menyukai seseoran maka kita akan selalu menemukan alasan untuk berkomunikasi dengannya. Aku pernah membaca buku Lady in Waiting..(direkomendasikan untuk semua orang, tidak memandang jenis kelamin, status apalagi strata sosial). Dibuku itu aku menemukan gejala orang yang hatinya bukan lagi miliknya sendiri, bukan juga milik Tuhan, melainkan milik awang-awang. Seharusnya seseorang itu terlebih dahulu mencintai dirinya sendiri lalu kemudian orang lain. But i was wrong at the time...
Nah kalau kamu lagi jomblo sekarang berarti Tuhan menginginkan kamu lebih mencintai hidupmu dan orang-orang disekitarmu, orang tua mu misalnya.
Hingga di awal Juli saat dia mengabarkan aku mendapat beasiswa, dan untuk memastikan kebenarannya aku menyambangi kediamannya bersama teman ku yang juga sahabatnya. Saat itu aku benar – benar senang, aku mendapat beasiswa. Hingga ku dengar percakapan mereka dari ruang sebelah,
“ Aku udah nembak dia tapi belum ada jawaban..”
“ Minggu depan...” aku tertegun, aku masuk keruangan itu, berpura – pura mengamati buku – buku yang berjejer di rak buku. Aku tidak menangis. Tentu saja aku tidak menangis. Aku masih bisa menahannya.
            Dan pulang kerumah, aku pamit dengan senyuman yang hambar. Aku benar – benar patah hati. Aku menceritakannya kepada sahabat dekatku, kak Meri. Dia tahu aku sangat menyukai si Alvin and the Chipmunks.
Waktu berjalan, aku masih saja menyukai nya. Aku masih saja tertegun ketika melihat wajahnya. Aku rasa aku masih menyukainya.
            Hingga suatu saat, kak Meri bercerita tentang dia. Mereka sedang dekat. Aku down, lagi – lagi aku down. Undang – undang dalam hidupku, aku tidak akan menyukai pacar temanku, mantan pacar temanku, mantan orang yang disukai temanku.
Aku menangis, inilah patah hatiku yang sebenarnya.
Aku memilih menyendiri, aku menaiki angkutan umum dan menangis. Menatap keluar, membiarkan angin mempermainkan rambuku dan dalam diamku, tanpa suara aku menangis, ku rasa orang yang di angkutan umum itu akan mengerti aku sedang patah hati. Aku bukan korban sinetron, tentu saja tidak. Aku hanya sangat sedih.
Aku bisa menerima dia dengan wanita manapun tetapi tidak dengan temanku, NO BIG NO.
            Waktu terus berjalan, aku mulai melupakannya. Mengapa aku melupakannya? Mungkin benar kata temanku, aku hanya mengaguminya. Aku sangat senang dengan lelaki yang pintar.
Apakah aku menyesalinya?
Tidak. Tentu saja tidak. Setidaknya aku mendapat inspirasi untuk menulis.
            Cinta entah apapun itu, dulu aku sangat malu membicarakan cinta, rasanya belum waktunya untukku, sekarang pun aku masih malu. Tapi tunggu.. aku sudah 21 tahun, rasanya ini waktu yang tepat untuk membicarakan cinta. Aku tidak tahu apakah kisah yang diatas itu cinta atau kegilaan hati seorang mahasiswi error atau bagaimana, yang pasti, dunia sangat menyenangkan waktu itu. Sekarang pun masih menyenangkan heheh...
            Saranku, kalau patah hati sebaiknya naik angkutan umum malam –malam, Medan cantik kalau malam hari...

Minggu, 13 Mei 2012

Natal di Tualang Barisan



 
Yesus pegang tangan saya
Ku pegang tangan-Nya
Bersama ku menuju kerumah Bapaku
Senantiasa ku berjalan dekat pada Tuhan
Begitu kami jalan trus Tuhan ku dan saya
           
            Kamis 8 desember 2011, salah satu desa pelayanan gereja kami yakni desa Tualang Barisan mengadakan natal. Sorenya sekitar jam 5, bapak mengantarkan kami aku dan adikku Abednego yang masih berusia 8 tahun. Tadinya bapak akan mengantarkan kami sampai ditempat tujuan tetapi Bapak masih memiliki kerjaan karena sebelumnya bapak memang membantu persiapan di Tualang Barisan jadi pekerjaan pokok bapak belum dikerjakan lagi pula bapak juga akan menjemput mama, jadi untuk mencapai desa Tualang Barisan yang jalanannya masih sangat payah waktu bapak tidak akan sempat.
            Aku memberi usul agar kamai berjalan kaki saja, lagi pula hari belum terlalu sore masih terang, bapak kemudian mengantarkan kami hingga ditepi jurang.
“ dari sini nggak ada lagi belokan, lurus saja kalian ya...” kata bapak kelihatan sangat berat, kami mengangguk. Bapak kemudian pergi, kami berjalan, namun beberapa langkah, aku merasa takut.
“ kita berdoa dulu ya dek ...” ujarku sama adek ku, dia mengangguk, kami kemudia duduk lalu berdoa.
“ Bapa aku sangat takut, jalanannya hutan – hutan, tidak ada orang, sangat sepi dan dan aku takut dengan suara air itu, aku sangat takut Tuhan, namun kami ingin menghadiri natal Bapa, tolonglah kami, lindungi kami Tuhan hingga kami sampai dengan selamat. ...” begitu aku berdoa hingga aku menangis, aku memang sangat takut.
Ibrani 13 : 6
Tuhan adalah penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku ?
Dan memang jalanan itu sangat sepi, kami melewati sebuah rumah kosong dan dikiri kami adalah jurang yang dibawah ada air mengalir, dan disebelah kanan kami adalah tebing yang tinggi, plus pohon – pohon.
Aku bernyanyi, adikku hanya tersenyum melihatku, memang sangat melelahkan, jalanannya dakian, aku bahkan harus berhenti beberapa kali karena kecapekan.

Filipi 4 : 4
Bersukacitalah senantiasa didalam Tuhan sekali lagi ku katakan bersukacitalah

Sepanjang jalanan itu hanya ada 1 orang yang lewat dengan mengendarai sepeda motor, “ kalian mau ke tempat natal itu ? “ tanyanya, aku tersenyum setidaknya ada juga orang yang melewati jalanan ini.
Akhirnya kami sampai dengan selamat, puji TUHAN.
Filipi 1 : 27
Hanya hendaklah hidupmu berpadanan dengan injil Kristus, supaya, apabila aku datang aku melihat, dan apabila aku tidak datang aku mendengar, bahwa kamu teguh berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari berita Injil.
29-30
Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia, dalam pergumulan yang sama seperti yang dahulu kamu lihat padaku, dan yang sekarang kamu dengar tentang aku.
           
Sejauh ini aku menempuh perjalanan, inilah yang aku inginkan, aku tahu ketika kami dalam perjalana Tuhan yang juga berjalan dengan kami. Tuhan juga menangis saat aku mengatakan “ aku takut Tuhan” aku tahu dia tersenyum saat aku lari bersama adikku, aku kecapekan, ah alangkah menyenangkan jika dia membelai kepalaku, aku tahu Dia bersama dengan malaikat-Nya juga bernyanyi dengan ku.

Mansai malungun tondiku Tuhan
(jiwaku sungguh merindukan Engkau Tuhan)
Lao mandapothon jonok tu Ho
(ingin lebih dekat dengan Mu)
Soada hata holan rohakku
(tiada kata – kata hanya hatiku)
Lao paimahon ho Jesus i
(ingin menunggu Engkau Yesus ku)

Jesus Tuhanku tung holan hodo
(Yesus Tuhanku hanya Engaku saja)
Na umbege sude arsak ni rohhakki
(yang mendengar semua keluh kesah dalam hatiku)
Tangihon au Tuhan sai ingot au Tuhan
(dengarkan aku Tuhan, ingat aku Tuhan)
Ai holan Ho di napasabam rohakki
(hanya Engkau yang menenangkan hatiku)
Aku ingin tetap setia, seperti ini, aku ingin selalu memiliki kerinduan, aku ingin setia, TETAP SETIA
Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upah-Ku untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya
Berbahagialah mereka yang membasuh jubahnya.
Ya Aku akan datang segera
Wahyu 22

next chapter : MOS


Aku harus bangun jam 5, ya harus bangun jam 5. Jam 6 aku sudah harus berada di kampus untuk mengikuti ospek. Aku mematut diriku didepan kaca, penampilan yang benar – benar sangat ajaib. Aku memakai kemeja lengan panjang berwarna putih dan celana keper panjang yang berwarna hitam, bayangkan aku harus menggunakan pakaian ini seharian, di Medan, ditengah cuaca yang panas ini ?
Belum lagi kepalaku yang dikepang 3 sesuai dengan tanggal lahirku yang tercatat resmi. Aku bersyukur bapak mendaftarkan tanggal lahirku dengan tanggal yang salah,baru kali ini aku bersyukur bapak mendaftarkan tanggal kelahiranku dengan tanggal yang salah, seharusnya aku lahir tanggal 13, bapak salah mendaftarkannya menjadi 3. Coba bayangkan bagaimana kalau rambutku dikuncir 13 ? belum lagi topi kerucut ini. Dan tas kecampang ini, bagaimana mungkin mereka menyuruh mahasiswa sepertiku membawa tas kecampang seperti ini ? hah aku berpikir sudah meninggalkan zaman batu dunia pengospekan, ternyata aku masih menemukannya didunia yang katanya intelek. Dunianya para MAHAsiswa.
Dan matahari pagi yang baru menyembul dari ufuk timur menjadi saksi aku berlari – lari kecil menuju jalan besar dimana aku bisa naik angkutan umum dengan penampilanku yang sangat aneh. Biar ku deskripsikan. Memakai baju putih tangan panjang berwarna putih dan celana panjang hitam, memakai topi kerucut dengan rambut dikuncir 3 dan tas kecampang, kalung nama dengan gantungan permen, untungnya aku belum mengenakan kaos kakiku. Dan setiap orang yang ku lewati tersenyum kearahku, apakah penduduk kota Medan hari ini berubah menjadi ramah, tersenyum kepada orang yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya ?
TENTU TIDAK. Bahkan orang gila pun tahu penampilan ku saat ini bisa mengundang senyum dan tawa, baiklah.
“ Kamu tahu jam brapa ini ? kenapa terlambat ? “ seorang menegurku di angkutan umum saat aku sedang sibuk memasang kaos kakiku. Dia mungkin seniorku. Wajahnya sangat dingin. Mirip mister hologram, aku dulu seirng menonton filem mister hologram, yang gaya berjalan dan berbicaranya sangat kaku. Aku takut, tentu saja aku takut. Aku masih mahasiswa baru. Aku melirik jam dipergelangan tanganku, ah baru jam 05.55 masih ada 5 menit lagi, dasar, emang nggak pernah terlambat ya...
 Dikemudian hari aku tahu, dia memang seniorku sayangnya mungkin kenormalannya agak sedikit bergeser karena judulnya selalu ditolak oleh dosen ps nya, ah dasar.
Sepanjang jalan menuju gedung serba guna tempat diadakannya ospek, aku berjalan dan ku temukan banyak mahasiswa seperti aku juga. Hanya terkadang topi yang berbeda, memang itu yang membedakan fakultas kami. Memandang satu sama lain, kami saling tersenyum, entah apa maknanya.
Aku akhirnya bisa masuk kegedung serbaguna tempat orientasi sakral ini dilakukan. Orientasi ini benar – benar out of my mind, unbeliavable, and horrible. Aku berpikir sudah meninggalkan jaman purba pengospekan. Tadinya aku berharap ospek yang ku dapat sedikit lebih beradab dan bergengsi. Macam pengenalan lingkungan kampus atau seperti cerita salah satu temanku yang kuliah di kampus dengan almamater kuning di Jakarta, mereka membuat karya ilmiah, tetapi yang ku dapat disini cukup membuatku menambah kebencian dihatiku kepada kampus ini. Mereka membuatku seperti badut.
Setelah bertarung menyelesaikan soal – soal di SNMPTN dan mereka hanya menyambutku dengan memperlakukanku sebagai badut?
Bahkan Soe Hok Gie pun tidak merasakan ospek yang seperti ini lagi, walaupun dia menjadi mahasiswa sekitar tahun 60-an.
Seharian aku harus berada disini, tanpa kegiatan, hanya memperhatikan beberapa klub atau organisasi yang mempresentasikan organisasinya untuk menjaring anggota baru.
Dan aku mempunyai banyak waktu untuk berpikir lagi, kembali kesebuah masa, masa terakhir aku SMA.
Aku mencoba mengingat kembali kepingan masa laluku, mengingat suatu hari ketika Agnes seorang teman satu kos ku yang berhasil lulus di Universitas Indonesia.
 “ wow hebat Agnes bisa masuk UI, wahhhh Lisa jago ya...” aku ingat peristiwa itu, aku ingat dini hari aku dibangunkan karena Agnes masuk UI, pasti semua anak SMA di Indonesia ini pengen masuk UI, memakai almamater kuning dan berada di tempat dimana SOE HOK GIE, tokoh yang samat ku kagumi itu menuntut ilmu. Aku mengucapkan selamat, ada getar dalam ucapanku, ingin rasanya aku seperti dia juga.
Aku juga nanti pasti bisa masuk STAN....” ucapku antara tak yakin dan ragu, CAMPUR ADUK.
Bilangnya nanti aja, tunjukkin dulu...” ku dengar sebuah suara, aku tertegun ya... bukti yang paling penting bukan ucapan, bukan mimpi, aku tidak  mau seperti calon pemimpin yang berorasi menguraikan janji demi janji, dan mereka juga tidak yakin bisa menepatinya atau tidak.
Dan kini semua terjawab sudah, aku bahkan tidak pernah mengikuti ujian STAN itu, lagi pula orang tua ku tidak pernah mengijinkannya, ahhhhh aku benci, aku benci semua hal, mengapa aku tidak diijinkan dan mengapa aku begitu takut dengan ujian itu, mengapa aku begitu takut dengan kemungkinan kekalahan dan why this is my destiny, apakah ini takdir atau aku yang membuat takdirku seperti ini?
Pagi ini aku mendapati diriku terpuruk dalam tempat yang tidak pernah ku impikan, aku membenci jika menyadari bahwa ternyata aku hanya akan menjadi lulusan dari kampus ini, lebih menyebalkan lagi jika aku menyadari bahwa aku akan menjadi guru nantinya.
Ah capek kali lah bimbingan kalau toh nantinya cuma jebol disana....” aku begitu mengingat kata kata itu, ku dengar sewaktu aku berpamitan mau ketempat bimbingan yang tidak jauh dari tempat kos ku. Aku tetap berusaha, walau banyak yang meragukan aku tetap berusaha.
Aku menangisi keadaan ku, aku tidak mendapatkan apapun yang aku inginkan, aku berada dalam satu ruangan yang gelap dan aku seakan akan selalu berlari kesana dan kemari namun aku tidak mendapatkan apapun yang aku mau.
Orang yang paling bahagia adalah orang yang bisa menerima hidupnya apa adanya, yang mampu mensyukuri semua hal dalam hidupnya, kamu sudah melakukan hal yang terbaik, kamu sudah menjalani semuanya dengan sekuat daya kamu. Nggak ada yang perlu disesali dan nggak ada yang perlu kamu tangisi.
Kamu nggak perlu menjadi orang lain untuk bahagia. Tidak perlu kuliah di STAN, Tuhan pasti mempunyai rencana yang terbaik untukmu...” itu nasihat beberapa orang, mereka tahu aku sulit menerima ini. Mereka tahu aku begitu sulit menerima kenyataan ini.
Mengapa kamu tidak ingin disini ? sesulit apa kamu menerima bahwa disini, ditempat inilah Tuhan ingin kamu berada? “ tanya pembina rohaniku, aku terdiam, aku lebih banyak diam belakangan ini, banyak kata – kata yang harus ku kukeluarkan dihatiku, banyak, sangat banyak, namun semua kata kata itu, semua kata yang seharusnya ku ucapkan agar ada sedikit ruang untuk diriku sendiri, semua tertahan dibibirku, entah mengapa aku tidak memiliki keberanian dan kekuatan untuk mengatakannya.
Aku sudah memintanya kepada Tuhan, 3 tahun aku berdoa, aku berdoa, saat pergantian Tahun, mama bilang doa disaat pergantian tahun sangat istimewa, mintalah apa yang kamu inginkan tercapai tahun ini. Dan aku sudah memintanya, meminta agar aku bisa suatu saat aku bisa berada disana...” ujarku lirih, air mataku kembali mengalir, belakangan ini aku semakin cengeng saja.
Kamu meminta kepada Tuhan, tetapi kamu nggak ikut ujiannya kan?”
Karena Tuhan bahkan tidak memberiku keyakinaan dan kekuatan untuk mencobanya..”
Na ...” Mengapa aku begitu terpuruk dengan kekalahanku ini ? 
***
Ospek hari kedua, kakak senior menyuruh kami membawa satu air mineral biasa, roti, minuman greentea, silver queen dan permen. Setelah dijemur di panas hari yang terik belum lagi cuaca kota Medan yang panas, kami akhirnya dibiarkan masuk kedalam kelas, mereka lalu mengumpulkan makanan yang dibawa. Aku menimbang nimbang, aku tidak ingin memberikan semua makanan yang ku bawa, ku putuskan untuk tidak memberikan coklat silver queenku. Memang makanan itu kemudian dibagi dan makan bersama, tetapi tetap saja mereka mengambil beberapa coklat silver queen. Tindakan ku benar.
Untuk apa aku memberikan cokelat silver queenku kepada senior yang tidak membantuku apa – apa. Waktu aku mendaftarkan diriku pertama kali aku sendiri, tidak ada senior yang membantuku. Maka aku harus berlari kesana kemari, meminta ini dan itu, mencari dosen pembimbing akademik sendiri. Dimarahi, dicuekin. Aku benci.
Senior ini tidak memberitahu dimana birorektor, gedung belajar, kantin bahkan kamar mandi.
Harus kah aku memberikan cokelat silver queen ini kepadanya ?
Sayangnya pikiranku tidak panjang. Sesampainya aku dirumah ku dapati cokelat itu sudah meleleh. Aku lupa aku berada dinegara tropis, dengan suhu udara bisa mencapai 30 derajat celcius. Sama saja.
Aku berjalan pulang melewati pohon-pohon yang berjejer sepanjang jalan, perlahan angin berhembus, daun-daun berwarna kuning ikut bergerak mengikuti hembusan angin.
Disinilah aku akan membangun kembali sebuah mimpi, aku berharap realita yang ada didepan lebih tinggi dari mimpiku
Agustus 2009 kala kemarau sedang menyapa sebagian besar wilayah Indonesia, aku kembali membangun mimpiku, dikampus ini, di kota ini, dinegara ini, bersama pohon-pohon yang bergoyang, bersama orang –orang yang sama denganku, atau bersama orang – orang yang tidak sama denganku, bersama orang-orang yang punya ataupun yang tidak punya mimpi.





Jumat, 11 Mei 2012

Home ,Stan and fact


            
These are about dreams and facts, sometimes when dream doesn’t walk the ways its should be, the only one place you want to think about it is just Home.
Hujan. Hari ini sedang hujan. Hari ini, hari pertama aku menginjakkan kaki dikampus yang akan menjadi tempatku menuntut ilmu 4 atau 5 tahun mendatang. Aku menatap langit, kelabu. Ku perhatikan sekelilingku, orang – orang tampak sama sepertiku : mengalami kebosanan. Hari ini aku mendaftarkan ulang setelah dinyatakan lulus di perguruan tinggi negeri di ibukota provinsi . Bapak ku menerima kemenangan ini dengan sangat sukacita, sangat sukacita. Ekspresi yang sama seperti waktu Jepang menyerah kepada Sekutu, atau ekspresi ketika Gusdur terpilih menjadi presiden.
Orang tuaku tidak mengharapkan aku lulus di perguruan tinggi macam UI, TIDAK. Dia bahkan mungkin tidak pernah mendengar nama itu.
Lalu bagaimana aku menanggapi kemenangan ku ini, mengalahkan puluhan ribu orang yang berebut keperguruan tinggi ini ? haruskah aku juga ikut merasakan euforia orang tuaku ? haruskah aku melonjak kegirangan ? atau haruskah aku meng-update statusku di jejaring sosial :
Wow... finally i get it.
Bisakah ku katakan sebuah kebenaran ?
AKU SANGAT BENCI DINYATAKAN LULUS DIPERGURUAN TINGGI INI.
Aku tidak pernah berminat untuk kuliah disini. TIDAK. Mungkin pernah, tapi itu sudah sangat lama sekali. Aku pernah bercita – cita jadi guru sewaktu aku SD, bayangkan betapa lamanya waktu sudah berlalu. Presiden saja sudah banyak berganti sejak aku memiliki mimpi itu.
Aku ingin jadi guru karena di kampungku satu – satunya profesi yang menyenangkan itu adalah guru, mereka tidak perlu keladang, berjibaku dengan lumpur, berjemur di panas dan kehujanan.
 Aku benci itu. Aku benci berbicara kepada rumput – rumput yang selalu mengganggu tanaman, aku benci melihat jagung apalagi ketika serbuk bunga jagung menempel ditubuhku, oh tidak.
            Tadinya aku ingin melanjutkan pendidikanku di STAN, aku sudah rajin membaca koran beberapa bulan terakhir ini. Mulai dari koran kriminal sampai koran politik, koran lokal hingga koran nasional, aku lebih rajin membaca koran daripada membaca buku teks.
 Itu untuk mengikuti petunjuk salah satu kenalanku  yang juga alumni dari STAN. Katanya soal – soal yang sering keluar untuk pengetahuan umum adalah peristiwa – peristiwa yang terjadi beberapa bulan belakangan sebelum ujian dimulai, sayangnya dia tidak memberitahu koran mana yang harus ku baca.
Dan sekarang aku sedih mendapati diriku disini, aku sedih melihat Ronauli, gadis dengan tinggi 153 cm, berkulit sawo matang (itu pun karena aku tidak terima dikatakan hitam), berambut ikal sedang berdiri disebuah gedung di universitas yang jauh dari mimpiku. Aku bagaikan Alice yang terbuang kelobang yang sangat dalam, lebih dalam daripada yang bisa ku bayangkan, yang tidak ku tahu akan berhenti dimana. (kalo nggak pernah nonton Alice in Wonderland gak ngerti nih...)
Ingin rasanya aku kembali ke masa kecilku. Akh aku kembali saja.
            Dairi. Pernah kah kau mendengarnya ?.
Memang tidak ada presiden yang lahir disana, tidak ada penyanyi yang lahir disana (mungkin ada tetapi mereka lebih sering mengatakan lahir di Medan daripada di Dairi) dan tentunya belum pernah ada peraih Nobel atau Grammy dari sana. Tapi kalau tersangka korupsi, ya ada beberapa orang, beberapa puluh orang, entahlah.
Dairi, aku tidak tahu berapa derajat lintang utara atau lintang selatan, aku juga tidak tahu berapa derajat bujur barat dan bujur timur. Aku lebih mengingat letak kota London dari pada Dairi.
Jika ada yang ingin menanyakanku mengenai Dairi maka yang paling ku ingat adalah: DINGIN. Ya  Dairi itu sangat dingin, itu yang membuat aku tidak lulus di STAN, cuaca dinginnya selalu membuat mataku mengantuk, angin nya seakan sedang bermain – main diujung mataku dan seakan selalu menyuruhku untuk tidur lagi dan lagi.
Jika ada yang menanyakan lebih lagi maka akan ku katakan, ketika kau ke Dairi maka dipastikan satu tulang rusukmu akan patah. Karena jalanan disana sangat berseni, penuh dengan tanjakan ringan yang selalu diperbaiki tetapi selalu rusak, belum lagi sopir bus ke Dairi sering berkelakuan seperti setan. Aku mengingat dosenku yang berkunjung ke Dairi membawa seorang rekannya turis mancanegara dan menumpang bus. Sesampainya di Dairi si turis berkomentar
The driver is crazy
Aku tertawa, dalam hatiku aku berkata
Yes sir, they absolutly crazy
Ibu kota Dairi adalah Sidikalang. Aku tidak tinggal di Sidikalang, aku tinggal 40 KM dari kota Sidikalang. Listrik sudah masuk, sedangkan telepon seluler atau handphone baru menyerang kampungku ditahun 2006.
Ingin kah kau mendengar bagaimana aku mendeskripsikan kampung halamanku lebih lengkap lagi ?
            Tidak indah. Ya kampung halaman ku tidak indah. Memiliki sungai yang terlalu berbahaya untuk direnangi, terlalu kotor untuk diminum dan terlalu jauh untuk dijangkau. Satu – satunya sumber air adalah sebuah pancuran. Pegunungan kecil mengelilingi dan perladangan menghampar. Tidak ada danau dibelakang rumah seperti yang sering ku lihat di Samosir. Sejauh mata memandang maka yang dilihat adalah jagung yang kadang tinggi tapi tidak berbuah, kacang yang tidak mau tumbuh dan kakao yang jerawatan.
TETAPI AKU MENCINTAINYA, MERINDUKANNYA DAN MENJADI SATU-SATUNYA TEMPAT YANG TIDAK AKAN MEMBUATKU BOSAN.
            Aku selalu mengingat bagaimana aku selalu melihat kebelakang ketika angkutan umum yang ku tumpangi bergerak menjauhi perkampungan itu, karena aku berharap setiap aku pergi meninggalkan perkampungan itu aku akan tetap kembali kesana. Karena aku selalu saja merindukan senyuman setiap orang – orang ketika bertemu denganku. Kehidupan ku berawal dari sana dan aku juga berharap sesekali akan kembali kesana dan mungkin ingin berakhir disana juga. Aku selalu merindukan udaranya yang sejuk menyentuh wajahku, memeluk tubuhku dan mempermainkan rambut ikalku, seakan itu adalah pesta penyambutan untukku.
Aku rindu berada dibawah pohon durian, melihat buahnya yang terkadang berhimpitan sangat banyak, mendengarnya jatuh dan tentu saja saat memakannya juga. Aku merindukan itu semua.
Aku merindukan hujan turun disana dan membasahi kepalaku, seakan menciumiku, seakan dia juga merindukanku. Aku selalu ingin berdiri disana dan melihat kesekelilingku, dan memperhatikan ada beberapa bagian dalam perkampungan itu yang berubah.
Dan  apapun itu teori gravitasi akan berlaku untukku, bahwa terlempar kemanapun aku, sejauh apapun selagi masih dibumi ini aku akan tetap kembali kesebuah tempat yang paling damai dibumi ini.
Hujan, waktu kecil aku sangat menyukai hujan. Saat hujan aku mendapat kebebasan untuk bermain lumpur, berpindah dari satu halaman ke halaman orang lain. Bermain pelepah pinang, hingga aku menggigil kedinginan dan bibirku membiru. Aku tidak pernah sakit karena hujan, hujan adalah obat demam untukku. Aku terkadang ingin kembali kemasa itu. Aku menikmati suara hujan yang beradu dengan atap rumahku, suara berisik itu bahkan lebih indah dari musik – musik karya Bethoven atau Mozart.
Ketika musim kemarau tiba maka berbagai macam permainan akan ku lihat dihalaman. Bermain kelereng, bermain layangan dan masih banyak lagi. Musim kemarau, saat hari akan selalu cerah, saat sore akan selalu sejuk, malam yang penuh bintang dan pada pagi hari akan terasa sangat dingin.
Suara jangkrik dimalam hari juga sangat indah, aku bahkan lebih ingin mendengarnya pada mendengar suara penyanyi – penyanyi terkenal ditambah lagi pemandangan gratis melihat bintang tanpa ada yang menghalangi.
            Dan sekarang menyadari diriku yang baru saja berduka karena kegagalan mencapai apa yang aku inginkan ditambah lagi aku jauh dari kampung halamanku, bisakah kau bayangkan bagaimana perasaanku. Ingin rasanya aku duduk diatas pohon kakao untuk merenungkan nasibku, atau tiduran dihamparan jagung sambil menatap langit. Mungkin itu akan sedikit mengobati hatiku.
Hujan sudah berhenti. Sepertinya aku akan melangkahkan kakiku, meninggalkan kampus ini, aku tidak ingin berlama – lama disini.



***
Malam ini, langit Medan tampak cerah, bintang – bintang menghiasi langit. Agustus, musim kemarau. Agustus selalu kemarau, tetapi kemarau kali ini sangat berbeda karena hatiku juga ikut – ikutan kemarau. Berduka karena tidak mendapatkan sekolah yang diinginkan itu 7 kali lebih parah dari pada patah hati karena ditinggalkan pacar selingkuh dengan sepupu sendiri. MENYEDIHKAN.
Aku memutuskan untuk duduk diteras, sayup – sayup ku dengar suara penyanyi dari lapo tuak Batak yang terletak tidak jauh dari kos ku. Paling tidak kerinduanku kepada kampung halamanku sedikit terobati karena dikampung halamanku aku juga sering mendengar penyanyi Batak bagian lapangan bernyanyi, setelah disogok beberapa gelas tuak mereka baru berani memperdengarkan suaranya.
Aku merasa baru saja mengalami kekalahan telak dalam pertandingan terbesar di hidupku. Aku merasa hidupku sudah berakhir. Sebuah perasaan yang sama seperti yang dirasakan Mike Tyson ditahun 90-an, karirnya tamat hidupku sekarat.
Rencana mama tentang masa depanku sungguh luar biasa. Lebih ajaib dari pada teori Isaac Newton ketika kepalanya dijatuhi apel, teori yang sangat jenius.  Menempuh pendidikan guru, melamar PNS, bekerja beberapa tahun lalu menikah dengan PNS dan memiliki anak. Sungguh luar biasa. Aku tidak sanggup mengatakan apapun. Aku kehabisan argumentasi. Bravo mama.
Warisan orde baru tentang kenyaman hidup seorang PNS ternyata membawa dampak buruk mengenai masa depanku. Aku tidak mau, menjadi PNS atau tepatnya menjadi guru adalah cita – citaku beberapa tahun yang lalu, mungkin 10 tahun yang lalu. Aku sudah berlari dari sana, aku bahkan hampir lupa kalau aku pernah bercita – cita jadi guru.
“ Aku mau jadi apoteker aja ma..”
“ Menjadi apoteker. Memegang obat – obatan, kau ini perempuan, orang yang bekerja di bidang seperti itu akan sulit mendapat keturunan, mau kau diceraikan suamimu gara – gara tidak punya anak ? “ TAMAT. Anak yang belum nampak itu bahkan lebih berharga dari hidupku dan masa depan impianku.
“Kalau gitu aku mau jadi pengacara ma...”
“ Membela yang salah, kau pikir ada yang benar pengacara di Indonesia ini, yang salah yang dibenarkan. Kalau kau jujur tidak akan ada uangmu. Kalau kau seperti itu maka kau akan masuk neraka. Kita tidak boleh seperti itu.” HABIS PERKARA. Mama tidak ingin aku menjadi pengacara.
 “ aku mau kuliah di STAN aja ma... pegawai negeri dan nggak berhubungan dengan obat – obatan...”
“ Penempatannya jauh – jauh, kek mana kalau ditempatkan di Kalimantan atau Sulawesi, kapan kau pulangnya, kalau pulang habis ongkos. Udah jadi guru aja...”
Dan aku sudah berjalan sesuai dengan instruksi mama. Aku benci dengan kenyataan ini.
***
“ Na, bangun, kita jadikan jalan – jalan hari ini ? “ suara Kak Meri membangunkan ku, aku memicingkan mataku, masih kabur, aku menutup mataku lagi. Perlahan ku buka, pandanganku tertuju pada jam yang berada tepat didepanku. Jam 9. Dahsyat sekali. Sejak aku kecil mungkin ini adalah bangun pagi terlamaku. Dirumahku, mama akan menyuruh adikku untuk membangunkan ku dengan gagang sapu. Di asrama suster akan membangunkanku dengan percikan air. Sedangkan ketika SMA aku tidak mungkin bangun lama, teman – temanku pasti sudah akan bergegas mengerjakan pekerjaannya, bukankah memalukan jika aku bangun paling lama ?
“ Jalan – jalan ? “ aku mengulang kata- katanya. Hah.... aku berpikir sejenak. Ini memang bukan hari pertama aku berada di Medan tetapi aku terlalu sibuk dengan persiapan ujian.Tidak ada satupun tempat yang ku tahu. Aku bergegas bangkit dari tidurku, mungkin sekarang saatnya melupakan sejenak duka dihatiku.
Aku hanya perlu mandi dan memakai pakaian yang layak, aku bukan orang yang mengikuti mode atau yang berkejar – kejaran dengan mode, no i’m not a dedicated follower, that’s not my style. Aku bahkan ingin bertengkar dengan mode. Aku tidak menganggap pakaian terbaik itu rancangan Alexander Mcqueen atau Georgi Armani. Bagiku kaus oblong berwarna putih dan celana jeans adalah pakaian terbaik sepanjang masa. Ku rasa Coco Chanel juga akan sependapat denganku.
Aku menatap kak Meri, sebelum aku bangun dia sudah selesai mandi, setelah aku selesai mandi dia masih belum selesai merias wajahnya yang bulat itu. Dia kini sedang asyik melentikkan bulu matanya, melihat alat- alat rias itu aku muak. Haruskah aku menggunakan semuanya itu ?
“ kamu nggak saat teduh dulu ? “ kak Meri mengingatkan sekaligus mengejutkanku yang asyik memperhatikannya, aku menggeleng. Saat teduh, tahukah kau apa itu saat teduh ? saat teduh adalah sebuah kegiatan yang selama ini rutin ku lakukan khususnya di pagi hari, yaitu berdoa dan membaca Alkitab. Sebelum aku tahu akan berakhir di kampus ini, aku begitu rajin melakukannya. Tetapi sekarang aku sedang tidak ingin melakukannya, aku menganggap Tuhan juga bersalah dengan kenyataan ini.
“ Kenapa ? “ tanyanya sambil mengapitkan pelentik bulu mata di bulu matanya, kelihatannya dia tidak serius menanyakan alasan ku tidak saat teduh.
“ Lagi musuhan sama Tuhan..” jawabku lalu melangkah meninggalkan kamar, aku memutuskan menunggu kak Meri di teras saja.
            Menatap pohon kesumba yang tumbuh didepan rumah kosku, tingginya kira – kira setengah meter, menatap daunnya, pikiranku melayang lagi. Aku anak yang paling sering membuat orang tua ku kesal setengah mati. Aku memprotes undang – undang dirumahku yang mengharuskanku mencuci piring karena menurut papa itu adalah tugas kaum perempuan.
“ Sekarang jaman sudah berubah pak...” mulut kecilku melawan. Bapak mendelik, si kecil berambut keriting itu selalu melawannya.
“ Ini jaman kartini pak...”
“ Jaman kartini, jaman kartolo, cepat kau cuci piring itu..” abang ku ikut – ikutan membentak. Bapak masih saja memandangi ku sedangkan yang dipandangi kini sedang mengumpulkan berbagai jawaban untuk mematahkan argumen bapak dan abangnya.
“ Jaman emansipasi wanita, persamaan hak wanita dan laki-laki. Jadi mulai sekarang aku tidak mau lagi mencuci piring setiap hari, hari ini aku, besoknya bukan aku, besoknya lagi baru aku. “ teori ku membuat bapak naik pitam.
“ Cepat cuci piring itu...” semburnya, aku tidak bergeming. Bapak menyerah, percuma saja dia bersitegang dengan anak perempuannya itu. Aku keras kepala sama seperti dirinya.
“ Ya udahlah terserah kau, ini emansipasi wanita atau emansipasi apalah namanya, bisanya kau cuci dulu piring itu inang ? yang penting kau cuci dulu piringnya, untuk besok terserahlah siapa yang mencuci, entah itu mamak mu, abang mu, adikmu, kita ada 6 jadi gantian, kalau hari minggu kita libur mencuci piring. Atau perlukah kita ambil daun pisang itu biar kita tidak mencuci piring lagi ? “
“ Ok.. hari ini ku cuci, nanti kita buat petugasnya, macam piket dikelas kami..” ujarku lalu meninggalkan ruang tengah menuju dapur untuk melaksanakan tugas.
Setengah jam menunggu, aku akhirnya berhasil menahan kebosananku. Menumpang angkot berwarna merah aku menyusuri kota Medan, melewati jalanan yang macet, stasiun kereta Api dan berhenti di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota Medan. Tidak banyak yang ku lakukan di Mal ini, memperhatikan orang – orang yang lalu lalang memamerkan paha mereka yang putih dan tipis seperti kaki ayam Australia yang baru saja dimasukkan kedalam mesin pencabut bulu dan disiram air panas. Mengamati orang – orang yang sedang jatuh cinta, saling menggenggam tangan , berbicara dengan penuh cinta dan senyuman dan tentunya menemukan orang – orang sepertiku juga yang berdiri dengan wajah ditekuk, orang – orang yang kehilangan dirinya sendiri.
“ Mau makan es krim Na ? “ pertanyaan kak Meri mengejutkanku, aku mengangkat bahuku, yang berarti terserah. Aku tidak suka pertanyaan mode Yes or No. Kak Meri hanya mendesah pelan, aku tahu dia tidak suka dengan sifatku hari ini, namun dia juga tidak mempunyai pilihan.
“ Kita belanja aja dulu..”
Aku menyusuri supermarket yang ada didalam mal, aku gelisah, ada yang aneh denganku hari ini. Mengapa semua huruf yang ku lihat berubah menjadi STAN. Di stan makanan, di stan Peralatan dapur. Di stan peralatan mandi. Aku merasa garis kenormalan otakku sedikit bergeser setelah kegagalan itu. Aku memaksa kak Meri untuk keluar dari sana.
            Kami memutuskan untuk mengunjungi Merdeka Walk atau Lapangan Merdeka yang terletak didekat stasiun kereta api.  Disana banyak menjual buku – buku yang digandakan secara ilegal. Buku – buku yang laris manis dipasaran dapat dengan mudah ditemukan disini dengan harga setengahnya, bahkan bisa lebih murah dari itu ketika kau pintar menawar atau menawan hati penjual. Aku sedang mencari buku – buku karya Andrea Hirata. Aku begitu terpesona dengan novel pertamanya, Laskar Pelangi. Kalau Andrea Hirata mengalami hidup yang pas – pasan beberapa puluh tahun yang  maka aku yang hidup di era milenium ini masih merasakannya hingga sekarang. Aku tidak mungkin membeli buku yang asli ditoko Buku. Orang tuaku tidak memberikan uang untuk membeli novel.
Untuk ini aku merasa bersalah kepada Andrea Hirata, ku rasa dia akan mengerti. Satu – satunya buku yang ku beli dari toko buku resmi adalah Padang Bulan dan Cinta Dalam Gelas. Dan setelah itu ekonomi pribadiku mengalami resesi. Aku kesulitan untuk memperbaikinya, persis ekonomi Indonesia yang dilibas Soros pada tahun 1998.
            Membaca Laskar Pelangi membuatku kembali ke masa kecilku. Kembali kesebuah SD Inpres. Kembali kegerbang yang tidak berpintu yang memungkinkan kau bisa datang kapan saja kesekolah itu, sama seperti sekolah Andrea Hirata, di Sekolah ku tidak ada yang perlu dilindungi, tidak ada yang perlu dicuri. Aku mengingat momen aku berlari – lari menuju sekolah itu, kembali memanjat pohon yang setiap tahun selalu dijajal oleh anak manusia yang berkelakuan seperti anak monyet, memanjat hingga ke ujung – ujung dahan pohon. Konon pohon malang itu akhirnya mengering, siapa yang tahan dijajah oleh anak manusia yang belum mengalami evolusi yang sempurna : masih sangat suka memanjat pohon.
Aku kembali kesebuah masa yang menyenangkan. Aku melihat diriku sedang mengenakan sepatu karet, dengan seragam putih merah, tidak menggunakan dasi dan topi. Sekolah tidak mengharuskannya. aku mengingat pertama kali aku memakai seragam sekolah, petama kali aku membangun mimpiku dimasa depan.
Sekolah kami adalah bangunan semi permanen yang terdiri dari 7 gedung utuh, kelas 1 sampai kelas 6, sedangkan satu ruangan kecil digunakan untuk ruangan guru merangkap ruangan kepala sekolah. Kamar mandi juga tersedia disekolah itu, hanya saja untuk persediaan air, kami bergantung sepenuhnya kepada langit. Kalau sedang musim hujan maka kamar mandi itu akan memiliki air sedangkan kalau musim kemarau sedang melanda maka bau dari kamar mandi itu dapat membunuh orang – orang disekitarnya. Disamping kantor kepala sekolah ada sebuah bangunan bak, berukuran kurang lebih 2,5 meter persegi. Bak itu dulunya digunakan untuk menampung air, segera setelah bangunan itu tidak dipakai makan banyak anak – anak tidak peduli laki laki atau perempuan akan memanjat disana. Aku heran, kebiasaan dari mana yang ditiru anak – anak itu sehingga apa saja yang bisa dipanjat akan selalu dipanjat.
Banyak momen – momen dimasa sekolah dasar yang sangat ingin ku lakukan kembali. Melihat pertunjukan smackdown gratis. Saat aku kecil dan saat aku menempuh pendidikan dasar tepatnya aku pernah mengingat suatu kejadian, dimana anak SD begitu sportif menyelesaikan persoalan di sekolah. Kami kompak untuk pulang belakangan. Menunggu guru pulang lebih dulu. Lalu kami akan mempersiapkan sebuah arena untuk melakukan duel, satu lawan satu. Memang panggung kami tidak semegah seperti siaran smackdown di televisi, tetapi itu cukup menginspirasi anak – anak kampung ini, tidak peduli perempuan atau laki-laki. Benar – benar gila.
            Setiap pulang sekolah, aku dan teman – temanku akan membuka sepatu dan memasukkannya kedalam tas. Aku tidak tahu untuk apa gunanya membuka sepatu membiarkan kaki telanjak menginjak jalanan yang terkadang ter nya mencair karena sinar matahari. Namun itu adalah sebuah ritual bagi kami.
            Ketika ujian tiba maka akan terlihat pemandangan yang menggelikan, kami akan datang menggunakan tas yang terbuat dari plastik kresek yang telah dipasangi tali. Kami memiliki tas. Tentu saja kami memilikinya. Hanya saja setiap ujian tiba maka ritual memakai tas kresek akan booming. Itu sudah seperti budaya, sama seperti kebiasaan orang Amerika yang akan memanggang ayam kalkun untuk perayaan Thanksgiving.
            Beberapa hari sebelum pembagian rapor, pihak sekolah akan mengumumkan untuk membawa peralatan kebersihan. Dan keesokan harinya akan tampak anak-anak yang membawa parang, ember, cangkul atau apapun itu yang bisa difungsikan untuk membersihkan sekolah itu. Aku menjalani kegiatan itu selama 6 tahun. Mulai Juli 1997 sampai Mei 2003.