Minggu, 13 Mei 2012

next chapter : MOS


Aku harus bangun jam 5, ya harus bangun jam 5. Jam 6 aku sudah harus berada di kampus untuk mengikuti ospek. Aku mematut diriku didepan kaca, penampilan yang benar – benar sangat ajaib. Aku memakai kemeja lengan panjang berwarna putih dan celana keper panjang yang berwarna hitam, bayangkan aku harus menggunakan pakaian ini seharian, di Medan, ditengah cuaca yang panas ini ?
Belum lagi kepalaku yang dikepang 3 sesuai dengan tanggal lahirku yang tercatat resmi. Aku bersyukur bapak mendaftarkan tanggal lahirku dengan tanggal yang salah,baru kali ini aku bersyukur bapak mendaftarkan tanggal kelahiranku dengan tanggal yang salah, seharusnya aku lahir tanggal 13, bapak salah mendaftarkannya menjadi 3. Coba bayangkan bagaimana kalau rambutku dikuncir 13 ? belum lagi topi kerucut ini. Dan tas kecampang ini, bagaimana mungkin mereka menyuruh mahasiswa sepertiku membawa tas kecampang seperti ini ? hah aku berpikir sudah meninggalkan zaman batu dunia pengospekan, ternyata aku masih menemukannya didunia yang katanya intelek. Dunianya para MAHAsiswa.
Dan matahari pagi yang baru menyembul dari ufuk timur menjadi saksi aku berlari – lari kecil menuju jalan besar dimana aku bisa naik angkutan umum dengan penampilanku yang sangat aneh. Biar ku deskripsikan. Memakai baju putih tangan panjang berwarna putih dan celana panjang hitam, memakai topi kerucut dengan rambut dikuncir 3 dan tas kecampang, kalung nama dengan gantungan permen, untungnya aku belum mengenakan kaos kakiku. Dan setiap orang yang ku lewati tersenyum kearahku, apakah penduduk kota Medan hari ini berubah menjadi ramah, tersenyum kepada orang yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya ?
TENTU TIDAK. Bahkan orang gila pun tahu penampilan ku saat ini bisa mengundang senyum dan tawa, baiklah.
“ Kamu tahu jam brapa ini ? kenapa terlambat ? “ seorang menegurku di angkutan umum saat aku sedang sibuk memasang kaos kakiku. Dia mungkin seniorku. Wajahnya sangat dingin. Mirip mister hologram, aku dulu seirng menonton filem mister hologram, yang gaya berjalan dan berbicaranya sangat kaku. Aku takut, tentu saja aku takut. Aku masih mahasiswa baru. Aku melirik jam dipergelangan tanganku, ah baru jam 05.55 masih ada 5 menit lagi, dasar, emang nggak pernah terlambat ya...
 Dikemudian hari aku tahu, dia memang seniorku sayangnya mungkin kenormalannya agak sedikit bergeser karena judulnya selalu ditolak oleh dosen ps nya, ah dasar.
Sepanjang jalan menuju gedung serba guna tempat diadakannya ospek, aku berjalan dan ku temukan banyak mahasiswa seperti aku juga. Hanya terkadang topi yang berbeda, memang itu yang membedakan fakultas kami. Memandang satu sama lain, kami saling tersenyum, entah apa maknanya.
Aku akhirnya bisa masuk kegedung serbaguna tempat orientasi sakral ini dilakukan. Orientasi ini benar – benar out of my mind, unbeliavable, and horrible. Aku berpikir sudah meninggalkan jaman purba pengospekan. Tadinya aku berharap ospek yang ku dapat sedikit lebih beradab dan bergengsi. Macam pengenalan lingkungan kampus atau seperti cerita salah satu temanku yang kuliah di kampus dengan almamater kuning di Jakarta, mereka membuat karya ilmiah, tetapi yang ku dapat disini cukup membuatku menambah kebencian dihatiku kepada kampus ini. Mereka membuatku seperti badut.
Setelah bertarung menyelesaikan soal – soal di SNMPTN dan mereka hanya menyambutku dengan memperlakukanku sebagai badut?
Bahkan Soe Hok Gie pun tidak merasakan ospek yang seperti ini lagi, walaupun dia menjadi mahasiswa sekitar tahun 60-an.
Seharian aku harus berada disini, tanpa kegiatan, hanya memperhatikan beberapa klub atau organisasi yang mempresentasikan organisasinya untuk menjaring anggota baru.
Dan aku mempunyai banyak waktu untuk berpikir lagi, kembali kesebuah masa, masa terakhir aku SMA.
Aku mencoba mengingat kembali kepingan masa laluku, mengingat suatu hari ketika Agnes seorang teman satu kos ku yang berhasil lulus di Universitas Indonesia.
 “ wow hebat Agnes bisa masuk UI, wahhhh Lisa jago ya...” aku ingat peristiwa itu, aku ingat dini hari aku dibangunkan karena Agnes masuk UI, pasti semua anak SMA di Indonesia ini pengen masuk UI, memakai almamater kuning dan berada di tempat dimana SOE HOK GIE, tokoh yang samat ku kagumi itu menuntut ilmu. Aku mengucapkan selamat, ada getar dalam ucapanku, ingin rasanya aku seperti dia juga.
Aku juga nanti pasti bisa masuk STAN....” ucapku antara tak yakin dan ragu, CAMPUR ADUK.
Bilangnya nanti aja, tunjukkin dulu...” ku dengar sebuah suara, aku tertegun ya... bukti yang paling penting bukan ucapan, bukan mimpi, aku tidak  mau seperti calon pemimpin yang berorasi menguraikan janji demi janji, dan mereka juga tidak yakin bisa menepatinya atau tidak.
Dan kini semua terjawab sudah, aku bahkan tidak pernah mengikuti ujian STAN itu, lagi pula orang tua ku tidak pernah mengijinkannya, ahhhhh aku benci, aku benci semua hal, mengapa aku tidak diijinkan dan mengapa aku begitu takut dengan ujian itu, mengapa aku begitu takut dengan kemungkinan kekalahan dan why this is my destiny, apakah ini takdir atau aku yang membuat takdirku seperti ini?
Pagi ini aku mendapati diriku terpuruk dalam tempat yang tidak pernah ku impikan, aku membenci jika menyadari bahwa ternyata aku hanya akan menjadi lulusan dari kampus ini, lebih menyebalkan lagi jika aku menyadari bahwa aku akan menjadi guru nantinya.
Ah capek kali lah bimbingan kalau toh nantinya cuma jebol disana....” aku begitu mengingat kata kata itu, ku dengar sewaktu aku berpamitan mau ketempat bimbingan yang tidak jauh dari tempat kos ku. Aku tetap berusaha, walau banyak yang meragukan aku tetap berusaha.
Aku menangisi keadaan ku, aku tidak mendapatkan apapun yang aku inginkan, aku berada dalam satu ruangan yang gelap dan aku seakan akan selalu berlari kesana dan kemari namun aku tidak mendapatkan apapun yang aku mau.
Orang yang paling bahagia adalah orang yang bisa menerima hidupnya apa adanya, yang mampu mensyukuri semua hal dalam hidupnya, kamu sudah melakukan hal yang terbaik, kamu sudah menjalani semuanya dengan sekuat daya kamu. Nggak ada yang perlu disesali dan nggak ada yang perlu kamu tangisi.
Kamu nggak perlu menjadi orang lain untuk bahagia. Tidak perlu kuliah di STAN, Tuhan pasti mempunyai rencana yang terbaik untukmu...” itu nasihat beberapa orang, mereka tahu aku sulit menerima ini. Mereka tahu aku begitu sulit menerima kenyataan ini.
Mengapa kamu tidak ingin disini ? sesulit apa kamu menerima bahwa disini, ditempat inilah Tuhan ingin kamu berada? “ tanya pembina rohaniku, aku terdiam, aku lebih banyak diam belakangan ini, banyak kata – kata yang harus ku kukeluarkan dihatiku, banyak, sangat banyak, namun semua kata kata itu, semua kata yang seharusnya ku ucapkan agar ada sedikit ruang untuk diriku sendiri, semua tertahan dibibirku, entah mengapa aku tidak memiliki keberanian dan kekuatan untuk mengatakannya.
Aku sudah memintanya kepada Tuhan, 3 tahun aku berdoa, aku berdoa, saat pergantian Tahun, mama bilang doa disaat pergantian tahun sangat istimewa, mintalah apa yang kamu inginkan tercapai tahun ini. Dan aku sudah memintanya, meminta agar aku bisa suatu saat aku bisa berada disana...” ujarku lirih, air mataku kembali mengalir, belakangan ini aku semakin cengeng saja.
Kamu meminta kepada Tuhan, tetapi kamu nggak ikut ujiannya kan?”
Karena Tuhan bahkan tidak memberiku keyakinaan dan kekuatan untuk mencobanya..”
Na ...” Mengapa aku begitu terpuruk dengan kekalahanku ini ? 
***
Ospek hari kedua, kakak senior menyuruh kami membawa satu air mineral biasa, roti, minuman greentea, silver queen dan permen. Setelah dijemur di panas hari yang terik belum lagi cuaca kota Medan yang panas, kami akhirnya dibiarkan masuk kedalam kelas, mereka lalu mengumpulkan makanan yang dibawa. Aku menimbang nimbang, aku tidak ingin memberikan semua makanan yang ku bawa, ku putuskan untuk tidak memberikan coklat silver queenku. Memang makanan itu kemudian dibagi dan makan bersama, tetapi tetap saja mereka mengambil beberapa coklat silver queen. Tindakan ku benar.
Untuk apa aku memberikan cokelat silver queenku kepada senior yang tidak membantuku apa – apa. Waktu aku mendaftarkan diriku pertama kali aku sendiri, tidak ada senior yang membantuku. Maka aku harus berlari kesana kemari, meminta ini dan itu, mencari dosen pembimbing akademik sendiri. Dimarahi, dicuekin. Aku benci.
Senior ini tidak memberitahu dimana birorektor, gedung belajar, kantin bahkan kamar mandi.
Harus kah aku memberikan cokelat silver queen ini kepadanya ?
Sayangnya pikiranku tidak panjang. Sesampainya aku dirumah ku dapati cokelat itu sudah meleleh. Aku lupa aku berada dinegara tropis, dengan suhu udara bisa mencapai 30 derajat celcius. Sama saja.
Aku berjalan pulang melewati pohon-pohon yang berjejer sepanjang jalan, perlahan angin berhembus, daun-daun berwarna kuning ikut bergerak mengikuti hembusan angin.
Disinilah aku akan membangun kembali sebuah mimpi, aku berharap realita yang ada didepan lebih tinggi dari mimpiku
Agustus 2009 kala kemarau sedang menyapa sebagian besar wilayah Indonesia, aku kembali membangun mimpiku, dikampus ini, di kota ini, dinegara ini, bersama pohon-pohon yang bergoyang, bersama orang –orang yang sama denganku, atau bersama orang – orang yang tidak sama denganku, bersama orang-orang yang punya ataupun yang tidak punya mimpi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar