Senin, 01 Juni 2015

A journey



            Aku sering menebak bagaimana aku 5 tahun mendatang. Dimana aku dan apa yang aku lakukan. Aku menghabiskan lebih banyak waktuku dengan hidup sendiri, karena aku dan keadaan yang memutuskan dan aku mempercayai itu bagian dari scenario Tuhan untukku. Sejak kecil bapak mengjarkanku untuk mempercayakan kehidupanku kepada Tuhan. Sejak kecil dia mengajarkanku bahwa apapun yang ku minta akan diberikan oleh Tuhan. Ketika SD aku menghabiskan waktu ke sekolah dan ke ladang. Aku tidak suka ke ladang. Aku tidak suka dengan terik matahari dan aku tidak suka dengan serbuk jagung yang membuatku merasa gatal.
Dan sejak itu aku memutuskan akan menjadi guru, ketika itu aku masih SD. Mungkin terlalu dini bagi anak kecil untuk memutuskan tetapi mungkin tidak bagi Tuhan. Tuhan benar-benar membukakan jalan yang lebar bagiku untuk menjadi guru bahkan ketika aku tidak menginginkannya.
            Tidak ada yang kebetulan untuk setiap hal yang terjadi di dunia ini. Mengapa aku harus tinggal jauh dari orang tua ku, mengapa aku ditempa dari anak yang cengeng menjadi seorang pribadi yang kuat, seorang yang hopeless menjadi orang yang optimis. Aku benar-benar bersyukur untuk diriku yang sekarang. Aku sangat bersyukur melihat buah dari perjalanan selama 12 tahun ini, walau dampaknya masih untuk diriku seorang.
Aku dulu sangat pendiam, pendendam, sangat mudah untuk marah dan menutup diri. Lihatlah sekarang diriku, aku menggenggam semua masa laluku dan berdamai dengan mereka. Aku lebih banyak tertawa, aku optimis dengan hidupku, aku membina pertemanan dengan banyak orang. Aku tidak ingin kembali ke kubangan yang mengikatku. Tuhan membukakan jalan lain yang bisa kugunakan untuk melampiaskan kemarahan atau keresahan hatiku lewat : Menulis.
            Aku mencoba menyajikan kehidupanku dalam tokoh lain dan hidupku ternyata tidak sesulit itu. Selama ini aku yang membuatnya sulit. Aku yang membuat diriku sebagai objek untuk ku lukai sendiri. Permasalahannya adalah diriku dan aku bersyukur aku sudah berdamai dengan semua hal. Masa lalu bagiku adalah pembelajaran. Aku belajar menjadi pribadi yang kuat dan Tuhan menempaku sejak aku masih kecil. Aku sekarang lebih kuat dari yang pernah aku bayangkan. Aku tidak pernah memimpikan saat ini.
Dalam bayangan mamak mungkin aku adalah seorang yang pemalu dan pendiam, tetapi aku sudah menjadi lebih baik sekarang.
            Aku banyak belajar lewat kehidupanku dan memikirkannya. Ketika di Unimed aku lebih banyak belajar mengenai ilmu kehidupan. Seorang mungkin menjadi mahasiswa yang idealis ketika ia muda tetapi toh ia jatuh juga. Banyak yang seperti itu. Tahun pertamaku di Unimed, aku membaca buku tentang Soe Hoe Gie (setelah disuruh bang Rinto), aku menyelami kehidupannya. Mencoba menempatkan hidupku dijamannya, di jaman Soekarno. Betapa tidak menyenangkannya menjadi seorang minoritas tetapi sebagian dari hatimu tetap memihak pada negaramu. Karena dari sanalah kau berasal, entah suka atau tidak sebagian hatimu sudah tertanam untuk negara bernama Indonesia.
            Di tahun-tahun berikutnya bang Itra memperkenalkanku pada Kugy dan Keenan. Dan aku terinspirasi dengan kisah-kisah dua orang yang menjalani mimpi dan orang lain berpendapat mimpi mereka tidak relevan dengan hidup di realitas. Maka melarikan dirilah dulu dan kembali lagi. Kembali kepada mimpi yang oleh karenanya kau tetap melangkah melanjutkan mimpimu. Kugy dan Kenan mengajarkanku untuk optimis. Aku akan kembali kepada mimpiku suatu saat nanti. Aku sedang berputar-putar mencari jalan untuk kembali.
            Di tahun terakhirku sebagai mahasiswa aku membaca Tetralogi Buru. Dan lihatlah betapa bodohnya aku, aku tidak mengenal Pramodya dan selain aku masih banyak mahasiswa Indoneisa yang tidak mengenal Pramodya. Itu karena penghargaan kita terhadap karya anak bangsa sangat kurang. Minat untuk membaca juga sangat kurang. Padahal membaca Tetralogi Buru akan membawa kita belajar mengenai identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Belajar bahwa untuk melepaskan diri kita dari penjajahan yang pertama harus kita lakukan adalah melepaskan diri dari jajahan bangsa sendiri. Betapa dari dulu sampai hari ini musuh terutama kita adalah sebagian orang yang selalu menganggap dirinya sebagai raja dan menindas orang lain hanya karena posisinya yang agak mentereng. Kita dari dulu hingga sekarang tetap berada pada status yang sama tidak bersedia melepaskan kasta-kasta yang kita ciptakan sendiri untuk kebaikan bersama. Maka kita tak ubahnya Amerika di masa pemerintahan John Kennedy, merdeka hanya milik nenek moyang kita yang mendeklarasikannya, bukan milik kita atau sebagian dari kita.
            Aku sangat berharap kurikulum pendidikan akan menyarankan setiap siswa untuk membaca karya sastra untuk membuka pemikiran mereka. Mereka akan lebih memahami negaranya lewat cerita dimana mereka bisa hidup didalamnya. Aku banyak belajar tentang kehidupan dari karya sastra. Dan itu adalah salah satu mimpiku. Have a great year...

This is my Journey and still be continue 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar