Jumat, 18 Januari 2013

PPL : Praktek Praktek Langsung


Sidikalang, aku menggenggam telepon selulerku, seorang teman baru saja mengirimkanku pesan singkat, nas, kamu ppl di Sidikalang. Aku mendesah pelan, tetapi tetap 3 orang temanku yang sedang asyik menikmati makanannya harus menghentikan kegiatan mereka demi menatapku lekat.
“ Aku akan PPL di Sidikalang..” jawabku tanpa menunggu mereka bertanya lebih dulu.
“ Ku rasa itu ada baiknya, kamu harus mengabdi di kampung halamanmu, bukankah kamu bermimpi untuk segera hengkang dari Sumatra setelah lulus nanti. Dengan PPL di Sidikalang setidaknya kamu bisa berterima kasih kepada pemerintah disana, sudah 12 tahun mereka menyediakaan fasilitas pendidikan untukmu “
“ Ya, mana tahu juga kamu ketemu dengan lelaki berlesung pipit, berkulit putih dengan rambut yang tipis menusuk matanya itu..”
“ diam, dia nggak disana lagi..”
    Sidikalang, aku memang tidak lahir disana, tetapi aku menghabiskan 6 tahun dari 21 tahun usiaku disana. Sebuah kota berhawa dingin, sebuah kota dimana banyak cerita hidupku, sebuah kota yang kemanapun memandang akan selalu ada bukit. Sidikalang sebuah kota dengan jalanan yang berlobang-lobang, memikirkan pulang kesana saja, aku sudah merasa pusing.
Hari ini aku akan berangkat ke Sidikalang, aku sudah memasukkan barang-barang yang kubutuhkan selama disana. Tidak banyak baju yang ku bawa, aku hanya perlu beberapa pasang baju yang akan ku pakai mengajar, 3 pasang sepatu, 2 pasang gaun walaupun aku tidak yakin akan memakainya selebihnya aku menjejali koperku dengan buku-buku, entah mengapa aku sangat menggilai buku. Dan buku yang tidak bisa ketinggalan, Edensor, aku akan membutuhkan buku ini apalagi ketika aku harus menyuntikkan semangat untuk diriku sendiri. Aku selalu berkata kepada siapapun bahwa aku menggilai bagaimana Andrea Hirata mendeskripsikan teman-temannya dengan spesifik. Aku menyukainya dan entah mengapa juga itu membuatku semakin bersemangat menantang hari-hariku.
Meninggalkan  Medan
Ku kirimkan sms kebeberapa teman-temanku, hanya mengabarkan calon pendidik bangsa ini akan berangkat ke Medan juang, mempraktekkan berbagai macam ilmu yang telah diturunkan dosen untukku dan memohon doa mereka agar aku betah disana dan agar aku dapat bermanfaat disana, aku menyimpan handphoneku kedalam tas, lalu membuka novel Pramodya Ananta Toer, “Bumi Manusia”. Aku mulai membacanya, membayangkan betapa cantiknya Annelis seorang anak maneer dan nyai yang berjiwa Belanda yang membuat Minke mabuk bukan kepayang ketika pertama kali dia bertemu dengan gadis blasteran Belanda Jawa itu. Minke, bagiku dia pribadi yang menarik, seorang bangsawan Jawa yang hidup di era penjajahan Belada, yang tidak ambil pusing dengan kedudukannya sebagai putra dari Bupati yang waktu itu mendapatkan penghormatan dari pribumi, walau tetap saja tidak dianggap apapun oleh Belanda tulen.Aku juga menyukainya, dia seorang yang berani menantang dunia, berani menantang norma yang berlaku saat itu untuk melakukan apa yang dianggapnya benar, terlebih aku menyukainya karena dia tidak seperti bangsawan lainnya yang mengoleksi istri, Minke hanya menyukai Annelis, si noni Belanda itu.
Minke memberikanku sedikit kekuatan untuk tetap melangkah, ini akan berakhir dalam 1 tahun yang akan datang. Aku tidak lagi berkutat dengan buku psikologi pendidikan, strategi belajar mengajar atau apapun itu. Aku juga tidak mau lagi berlama-lama dengan buku akuntansi, kendatipun aku mengoleksi banyak buku akuntansi, karena aku sedikit menyukai ilmu akuntansi, aku menyukai angka-angka yang berbaris, seakan semua uang yang sedang ku hitung itu adalah millikku.
Aku mencintai sastra, sastra secara sederhana, aku tidak menyukai sesuatu yang rumit, walaupun teman-temanku beranggapan aku adalah pribadi yang rumit. Aku mengoleksi banyak novel, untuk membeli novel-novel itu aku harus rela mendengarkan omelan mama yang memprotes jangka waktu satu bulanku yang ku pangkas menjadi 3 minggu.
Aku menyimpan “Bumi Manusia”, sebentar lagi aku akan memasuki wilayah kabupaten Dairi, udara dinginnya yang khas sudah ku rasakan, aku membuka kaca jendela mobil, ku biarkan angin menyerbu wajahku, dingin,sangat dingin. Kembali lagi kesini, mengapa kembali lagi kesini?
Dan mengapa juga waktu begitu cepat berlalu?
Rasanya baru kemarin aku menginjakkan kakiku disebuah sekolah katolik, mengamati bangunan khasnya yang terbuat dari bata-bata merah, melihat suster untuk pertama kalinya dalam hidupku dan melihat orang Cina, melihat seorang anak Tionghoa dengan kepalanya yang plontos yang mengingatkanku kepada sosok BOBOHO, aku melihat orang Tionghoa juga untuk yang pertama kalinya, aku menunggunya sampai 12 tahun, untuk melihat orang berkulit kuning yang hanya 1 jam perjalanan dari kampung halamanku.
 Dan sekarang aku kembali lagi kekota ini untuk mengabdikan diriku?
    Hari pertama, hari ini adalah hari pertama aku mengunjungi sekolah ini, sekolah punden berundak, ini sekolah teraneh yang pernah ku temui, ingin sekali aku meneropong dari atas agar aku melihat bagaimana sebenarnya bentuk lahan sekolah ini?
Mungkin ini bisa masuk dalam arsitektur teraneh bin terunik versi ondesepot (sekalian ngejek Nurbaiti hehehhe..)
Menjadi guru, ditinjau dari segi apapun aku memang tidak cocok jadi guru, aku cukup mengenal diriku dengan baik. Aku bahkan tidak bisa mengajari adik terkecilku yang masih kelas 4 SD, dan sekarang mereka menginginkan agar aku bisa mendidik anak-anak SMK, apakah ini serius, apakah aku hanya akan membuang-buang waktu mereka ?
Belakangan baru aku tahu, yang bercita-cita menjadi guru sebenarnya adalah mama ku, hanya saja dia tidak mempunyai kesempatan untuk mewujudkan cita-citanya, karena alasan yang klasik,EKONOMI. Oleh sebab itu mama selalu mengatakan bahwa aku beruntung hidup di era ini. Mengetahui mama hanya ingin agar aku mencapai apa yang tidak bisa digapainya ketika seusiaku dulu, aku mengklasifikasikan diriku sebagai sebagai orang yang menjalani impian peran pengganti menurut John Maxwell.
Apakah aku menyesalinya? TIDAK JUGA. Aku semakin banyak belajar melalui ini.
    Pengalamanku sebagai tenaga pendidik di tempatku praktek tidak banyak, tidak baik juga. Aku cukup “menderita” karena Akuntansi Biaya, mungkin Tuhan menghukumku karena tidak belajar Akuntansi Biaya dengan baik dulu. Satu hal yang kulaksanakan dengan baik adalah bahwa aku selalu mengusahakan masuk tepat waktu masuk kedalam kelas, sampai siswaku mengeluh karena tidak akan ada libur untuk mereka. Selebihnya aku bahkan lebih cenderung berdiskusi dengan siswaku, diam-diam tanpa mereka tahu aku banyak mengagumi kemampuan mereka.
    Satu hal lagi yang berhasil ku lakukan adalah aku bisa memotovasi mereka, mengatakan bahwa semua hal mungkin, bermimpilah setinggi mungkin karena ketika kau mempunyai keberanian untuk bermimpi maka Tuhan juga akan memberikan kesempatan untuk menggapai mimpimu. Orang yang paling malang didunia ini bukan orang yang tidak mempunyai rumah karena tidak sedikit orang yang ku tahu dari kehidupannya yang tidak mempunyai apa-apa bisa tinggal di istana, mantan presiden Korea Selatan Lee Myung Bak misalnya atau mantan gubernur negara bagian California Arnold Schwarzenegger yang mengawali karirnya sebagai binaraga , menurutku orang yang paling malang adalah orang yang tidak mempunyai mimpi, orang yang tidak mempunyai tujuan dalam kehidupannya. Aku tahu bagaimana semangatnya hidup ketika ada impian, dan impian itu bagiku semacam mercusuar yang akan menuntun kemana seharusnya pergi. Dan aku ingin siswa-siswaku juga merasakan letupan-letupan semangat dalam diri mereka, merasakan bagaimana nikmatnya memiliki target dalam hidup, aku menceritakan bagaimana orang-orang yang pernah ada didalam hidupku yang turut juga menyumbangkan semangat bermimpi dalam hidupku, apakah itu teman-teman, kakal-abang, adik-adik di Yellowhome, especially the owner, my friends Jo, Ilis, adik-adik, aku juga menceritakan tentang unni ku, bagaimana seorang junior bisa memiliki semangat yang luar biasa, yang bisa tanpa bantuan sepeserpun dari orang tuanya berangkat ke Jakarta untuk mengikuti Debat Bahasa Inggris, dan yang selalu berkata “ semua hal itu mungkin kak..” akan selalu menyenangkan berteman dengan orang- orang yang memiliki mimpi, tidak peduli apapun itu mimpinya, aku hanya berharap aku bisa menularkan semangat kepada mereka, karena masalah akuntansi biaya, aku yakin kemampuan kami sama saja, mereka lebih banyak belajar akuntansi daripada aku.
    Masalah, tentu aku menghadapi masalah dengan siswakku, apakah itu ketidakmampuanku mengendalikan mereka. Ketidakmampuanku dalam memahami mereka, sehingga membuat mereka mengartikan aku membenci mereka. Aku mungkin marah tetapi tidak membenci, butuh beberapa langkah untuk bisa sampai ketahap itu, dan mereka tidak membuatku menjalani langkah-langkah itu, mereka tidak membawaku sejauh itu. Tetapi tetap saja aku gagal dalam mendidik beberapa orang, aku hanya menghibur diriku dengan berkata ini masih praktek, kedepannya akan diperbaiki.
    Apa saja hal yang menyenangkan bagiku?
Banyak hal yang menyenangkan bagiku, menyenangkan mereka mau terbuka soal pacar-pacar mereka, menyenangkan bisa menyanyi dan menari bersama mereka, menyenangkan bisa berdoa bersama mereka, suatu hal yang tidak mereka lakukan sebelumnya. Menyenangkan ketika mereka memberikan hal-hal kecil kepadaku, apakah itu selembar surat dengan lagu kesukaan, menyenangkan ketika mereka menawari membawakan tas laptopku menemaniku kemeja piket, menyenangkan ketika mereka menawari untuk datang  kerumah mereka,menyenangkan ketika bernyanyi hanky panky, menyenangkan berbagi mimpi bersama, menyenangkan tahu hal apa yang akan dilakukan ketika mereka mendapat gaji pertama, menyenangkan mereka memberikan gambar spongebob, beruang kecil, dan alangkah menyenangkan lagi ketika mereka memberitahuku bahwa setelah kedatanganku mereka berkata siap untuk bermimpi..
    Meninggalkan Sidikalang, aku merasa baik-baik saja, setiap pertemuan akan diakhiri dengan perpisahan, dan setelah perpisahan masih akan ada hal-hal yang akan dijalani, aku menjalani kembali rutinitasku sebagai mahasiswa, mereka juga akan menjalani hari-harinya menjadi siswa.
 “Anda bukanlah suatu kebetulan. Anda tidak diproduksi secara massal. Anda bukanlah produk lini rakit (assembly line). Anda direncanakan dengan sungguh-sungguh, diberi bakat khusus dan ditempatkan dengan penuh kasih dibumi oleh sang Pencipta “ Maxwell

Tidak ada komentar:

Posting Komentar