Minggu, 09 September 2012

Mozaik....


Meninggalkan kota Medan, hari ini meninggalkan kota Medan. Ini bukan pulang kampung biasa bagiku. Ketika aku akan meninggalkan kota Medan menuju Sidikalang, maka aku akan sangat bersemangat, karena sebuah tempat yang akan ku tuju adalah kampung halamanku, sebuah tempat yang berada didataran tinggi, dengan suhu udara yang sejuk, satu tempat yang akan menjadi pusat gravitasi hidupku, titik nol ku sepanjang masa.
Sebenarnya aku tidak memilih PPL di Sidikalang, tadinya aku berniat untuk mengabdikan diriku di Tanah Karo, alasanku adalah Karo, sebuah tempat yang akan menyuguhkanmu berbagai macam keindahan, dan aku adalah orang yang sangat mengagumi keindahan, belum lagi jika aku mempunyai kesempatan untuk menjajal puncak Gunung Sibayak, suatu mimpi yang sudah cukup lama namun belum mampu ku realisasikan. Namun aku hanya memendam kecewaku ketika salah seorang sahabat mengabarkan bahwa kuota di Tanah Karo sudah mencukupi, artinya aku tidak akan bisa PPL di Karo, pilihan yang ada tinggal Asahan dan Batubara, suatu daerah yang sangat sangat sangat asing bagiku, dan pada akhirnya aku memilih untuk mengabdikan diriku sebagai guru untuk pertama kalinya di tanah kelahiranku Dairi. Aku berpikir tidak apa – apalah, aku menganggap ini sebagai pengabdian sebelum aku mengabdi di tempat lain.
Sidikalang, Sidikalang adalah salah satu mozaik hidupku, aku sekarang berusia 21 tahun, dan aku sudah meninggalkan kedua orang tuaku ketika aku baru berusia 12 tahun, berarti aku sudah meninggalkan mereka selama 9 tahun, dan aku menghabiskan 6 tahun di Sidikalang. Kembali lagi ketempat ini bagaimana rasanya ?
Hatiku sedikit bergidik ketika aku memasuki kawasan Sumbul, saat ku lihat samar – samar sebuah gereja menjulang di Bukit Sitinjo, kawasan Taman Wisata Iman, dan aku merasa seakan – akan ini adalah kepulangan pertamaku untuk waktu yang sangat lama, padahal baru 2 minggu yang lalu aku meninggalkan tempat ini. Aku membuka kaca mobil dan merasakan angin yang dingin menghampiri wajahku, aku kembali lagi, ini adalah yang ku katakan kepada diriku sendiri.
    Kota ini akan menyimpan catatan perjalanku selama 6 tahun, apakah itu catatan sedih ataupun catatan yang menyenangkan. Bukankah keduanya harus ada untuk melengkapi sebuah cerita hidup.
Dikota ini aku pernah berdiri, membangun kepercayaan atas diriku sendiri, dikota ini aku pernah merasakan bagaimana aku berusaha mengatasi kesedihanku dengan mengepalkan tanganku, mencoba untuk kuat walau belum sesuai dengan usiaku, namun toh aku tetap berjalan. Dikota ini aku pernah membangun sebuah hubungan yang intim dengan penciptaku, hingga aku selalu menceritakan apa yang ku alami hari itu. Dikota ini aku pernah bernyanyi ditengah ilalang, mozaikku ini akan menyempurnakan hidupku menjadi gambar yang menarik.
    3 bulan kedepan, akan bagaimanakah rasanya ? aku akan menceritakannya nanti setelah aku PPL....
Semangat PPL.....
Mozaik....
Meninggalkan kota Medan, hari ini meninggalkan kota Medan. Ini bukan pulang kampung biasa bagiku. Ketika aku akan meninggalkan kota Medan menuju Sidikalang, maka aku akan sangat bersemangat, karena sebuah tempat yang akan ku tuju adalah kampung halamanku, sebuah tempat yang berada didataran tinggi, dengan suhu udara yang sejuk, satu tempat yang akan menjadi pusat gravitasi hidupku, titik nol ku sepanjang masa.
Sebenarnya aku tidak memilih PPL di Sidikalang, tadinya aku berniat untuk mengabdikan diriku di Tanah Karo, alasanku adalah Karo, sebuah tempat yang akan menyuguhkanmu berbagai macam keindahan, dan aku adalah orang yang sangat mengagumi keindahan, belum lagi jika aku mempunyai kesempatan untuk menjajal puncak Gunung Sibayak, suatu mimpi yang sudah cukup lama namun belum mampu ku realisasikan. Namun aku hanya memendam kecewaku ketika salah seorang sahabat mengabarkan bahwa kuota di Tanah Karo sudah mencukupi, artinya aku tidak akan bisa PPL di Karo, pilihan yang ada tinggal Asahan dan Batubara, suatu daerah yang sangat sangat sangat asing bagiku, dan pada akhirnya aku memilih untuk mengabdikan diriku sebagai guru untuk pertama kalinya di tanah kelahiranku Dairi. Aku berpikir tidak apa – apalah, aku menganggap ini sebagai pengabdian sebelum aku mengabdi di tempat lain.
Sidikalang, Sidikalang adalah salah satu mozaik hidupku, aku sekarang berusia 21 tahun, dan aku sudah meninggalkan kedua orang tuaku ketika aku baru berusia 12 tahun, berarti aku sudah meninggalkan mereka selama 9 tahun, dan aku menghabiskan 6 tahun di Sidikalang. Kembali lagi ketempat ini bagaimana rasanya ?
Hatiku sedikit bergidik ketika aku memasuki kawasan Sumbul, saat ku lihat samar – samar sebuah gereja menjulang di Bukit Sitinjo, kawasan Taman Wisata Iman, dan aku merasa seakan – akan ini adalah kepulangan pertamaku untuk waktu yang sangat lama, padahal baru 2 minggu yang lalu aku meninggalkan tempat ini. Aku membuka kaca mobil dan merasakan angin yang dingin menghampiri wajahku, aku kembali lagi, ini adalah yang ku katakan kepada diriku sendiri.
    Kota ini akan menyimpan catatan perjalanku selama 6 tahun, apakah itu catatan sedih ataupun catatan yang menyenangkan. Bukankah keduanya harus ada untuk melengkapi sebuah cerita hidup.
Dikota ini aku pernah berdiri, membangun kepercayaan atas diriku sendiri, dikota ini aku pernah merasakan bagaimana aku berusaha mengatasi kesedihanku dengan mengepalkan tanganku, mencoba untuk kuat walau belum sesuai dengan usiaku, namun toh aku tetap berjalan. Dikota ini aku pernah membangun sebuah hubungan yang intim dengan penciptaku, hingga aku selalu menceritakan apa yang ku alami hari itu. Dikota ini aku pernah bernyanyi ditengah ilalang, mozaikku ini akan menyempurnakan hidupku menjadi gambar yang menarik.
    3 bulan kedepan, akan bagaimanakah rasanya ? aku akan menceritakannya nanti setelah aku PPL....
Semangat PPL.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar