Selasa, 11 September 2012

superfourwoman

Superfourwoman

Semester satu sudah dimulai, perkuliahan secara resmi sudah mulai. Sabtu pagi, saatnya perkuliahan matematika ekonomi. Dosen kami kali ini adalah seorang lelaki muda yang mempunyai nama perempuan tetapi dia adalah salah satu dosen yang paling ganteng di Fakultasku. Lagipula dia sangat menginspirasiku untuk menjadi backpaker, dosen ini bercita cita mengelilingi Eropa dengan cara yang sama seperti yang pernah dilakukan Andrea Hirata.
 Pagi ini aku duduk di urutan kedua, didepanku duduk seorang mahasiswi gemuk, rambutnya yang lurus seperti jarum ditanganya ada novel Stephanie Meyer, Twilight. Dia kelihatannya sangat menekuni novel itu. Tentang vampire ganteng yang jatuh cinta kepada manusia. Vampire tetap saja vampire.
Aku pernah memikirkan, tepatnya aku pernah menempatkan diriku sebagai Bella Swan, dan aku menyimpulkan bahwa aku tidak akan mau menjadi Bella Swan, menjadi kekasih Edward Cullen yang notabene adalah seorang Vampir. Love is blind, mungkin itu benar, namun Vampir tetap saja vampir. I just fall in love to 100% human.
“ suka novel ? “ tanyaku dia mengangguk, tersenyum. Kami lalu berkenalan dan bercerita tentang novel. Aku memang suka membaca novel. Tetapi tidak ada spesifikasi novel yang ku sukai. Seperti novel fiksi atau non fiksi. Sihir atau cinta – cintaan. Aku bisa suka keduanya dan tentunya aku juga bisa tidak suka keduanya.
Dia sangat menyukai novel Harry Potter dan serial Twilight. Aku sama sekali tidak tertarik dengan novel dengan cerita supranatural seperti itu kecuali Narnia yang sempat ku baca beberapa serial ketika SMA. Bahkan menonton film nya pun aku tidak tertarik. Untuk Twilight aku hanya menyukai original soundtrack-nya saja, a thousand years yang dibawakan dengan sangat manis oleh Christina Perri.
I have tired everday waiting for you, darling don’t be afraid i have loved you for a thousand years, i love you for a thousand more..

Walau lagunya agak lebai, masa ada orang yang mencintai 1000 tahun, Tuhan aja bilang umur manusia Cuma 70-80 tahun aja (Mazmur...)
    Itulah awal perkenalanku dengan 3 orang sahabatku. Mereka orang – orang yang cerdas. Banyak hal- hal menyenangkan yang ku alami bersama mereka. Kami biasa pulang bersama dan menghabiskan sore dengan menonton dorama Korea. Kami juga memasak mie dan dicampurkan dengan nasi, aku menyebutnya bulgogi, padahal makanan yang kami makan itu tidak ada mirip – miripnya dengan bulgogi dan mereka setuju saja.
    Aku bisa melanjutkan hidupku, mereka membuatku lebih banyak bicara. Mereka pintar. Kebiasaan kami adalah menelepon dosen untuk memastikan dosen itu masuk atau tidak. Dan juga meminta libur. Memang kami adalah mahasiswa kurang ajar yang berani meminta libur kepada dosen. Hanya kami yang berani melakukan itu. Salah satu dari kami memang pintar dia bahkan pernah mengajari dosen, dia mendapat nilai A bahkan sebelum ujian. MANTAP.
    Bersama mereka aku melakukan hal – hal yang selama ini agak takut melakukannya, aku pernah menuliskan di kertas ujianku, “ pak aku nggak tahu jawabannya, bahan ujian dan bahan yang ku pelajari berbeda...”
Kami juga orang – orang yang kurang ajar yang akan merendam tisu kedalam kuah bakso yang tersisa. Selain itu kami juga pernah mengirmkan pesan singkat kepada PKK, “ Bang, kalau dalam 5 menit tidak sampai ke sekret kami pulang.”. ini memang usulku tetapi aku hanya bercanda, sayangnya temanku salah menanggapi, dia benar benar mengirimkan pesan seperti itu. Dan abang PKK ku datang dengan wajah kesal.
    Saat sore kami pernah menghabiskan waktu dengan duduk disebuah jembatan layang, sambil menikmati jagung bakar. Aku lebih asyik memperhatikan mobil yang lewat sedangkan sahabatku yang lain menyibukkan dirinya dengan berfoto ria. Disini aku memikirkan hidupku, ya.. waktu juga yang akan menjawab semua. Waktu yang menjawab aku bisa menjalani kehidupan dengan baik. Aku bisa menikmati setiap hari, aku bisa tersenyum dan aku bisa bertemu dengan orang-orang yang menyenangkan.
    Sore itu aku sedang mengikuti mata kuliah umum di Fakultas Ilmu sosial. Mengapa aku mengikuti kuliah di Fakultas Ilmu Sosial. Ya.. ada suatu fenomen aneh di kampusku. Mahasiswa fakultasku  adalah yang terbanyak jumlahnya namun memiliki gedung yang amat sedikit. Maka tingkat mobilitas kamilah yang paling tinggi. Jam 8 di gedung lama, jam 10 digedung baru yang berjarak sangat jauh dan kadang – kadang kami terlempar ke FIS. Aku berharap ketika mata kuliah bahasa Indonesia pihak universitas tidak mengirimku ke Fakultas Bahasa.
Dosen belum datang, disela – sela kebosananku menunggu dosen yang tak kunjung datang, aku memutuskan berjalan – jalan disekitar kelasku. Ternyata hanya satu spasi dari kelasku, ada kelas yang sedang ujian. Melangkah. Melangkah lagi. Dan lagi.
Tepat beberapa langkah dari depanku ku lihat seorang mahasiswa sedang asyik membuka buku dengan kakinya, keterampilannya itu mungkin didapatnya dari hobbinya menonton pertunjukan topeng monyet. Dia sangat lihai. Penggunaan kaki nya tidak ubahnya dengan penggunaan tangan.
Tak lama dia menyadari ada dua bidadari yang sedang mengamatinya, dia menatap kami. Aku tersenyum dan tanpa dikomando, aku dan temanku mengacungkan kedua jempol kami, lalu tertawa sambil berlari meninggalkan kelas itu.
    Mahasiswa yang belajar disini juga sangat bervariatif, ada yang berminat belajar, ada yang setengah – setengah, ada yang tidak berminat, tentunya ada juga yang seperti diriku, terpaksa.
    Tetapi dari antara kami berempat memang tak satupun yang berminat kuliah di kampus ini, semua hanya karena takdir, kalau aku bisa berkata seperti itu. Untuk alasan ini salah satu teman KTB ku pernah protes dan bilang kalau kami adalah manusia manusia yang tidak tahu bersyukur, karena sebelumnya dia memang pernah gagal masuk universitas.
***
    September 2009
Musim kemarau masih berlanjut, debu beterbangan dimana – mana. Aku sudah memasuki masa kuliahku. Hidupku harus tetap berlanjut. Aku harus menerima kekalahan ini, sama seperti Jenderal Douglas Mac-Arthur ketika dirinya harus menerima kekalahan pahit di Filipina yang memaksanya hengkang dari negara ratu sepatu Gloria Aroyo itu. Tetapi dia tidak pergi dengan keputusasaan, dia pergi dengan tekad akan kembali, “ i shall return”  Anggap saja aku sama seperti dirinya, sedang mempersiapkan sesuatu untuk kembali dalam bentuk dan persiapan yang lebih baik.
Aku menata hidupku, aku berteman dengan orang-orang yang baik. Orang – orang yang akan duduk didepan saat dosen memberikan ceramah. Hanya saja orang yang duduk didepan saat kuliah tidak konsisten, apalagi ketika ujian. Ketika perkuliahan hanya mendengarkan ceramah dosen maka akan ada banyak mahasiswa yang berebut duduk didepan, begitu dosen mengumumkan minggu depan ujian, maka ketika kau datang 30 menit dari jadwal seharusnya, maka akan selalu tersedia tempat duduk didepan. Paling dekat dengan dosen.
Aku mendengarkan ceramah dosen yang kadang – kadang berubah menjadi cerita pribadi tentang keluarga, perjalanan dan kekayaan. Aku mengerjakan tugas, dan mengikuti ujian. Itu yang harus ku lakukan.
Tetapi baru saja aku menata hidupku untuk lebih bersemangat belajar dikampus ini, aku mendengar kabar yang sangat membuatku mati rasa. Jo salah satu teman ku di SMA lulus di STAN, bisakah kau bayangkan itu ? aku yang bermimpi mengapa dia yang lulus ? dan mengapa juga aku harus mendengar kabar darinya. Aku kembali menyesali diriku, aku menangisi kemenangan Jo. Kegagalan teman memang membuat manusia sedih, namun kesedihan yang sebenarnya adalah saat dia berhasil dan kau tidak. Maka untuk kali ini aku memahami perasaan Kain saat membunuh adiknya Habel, rasa iri dalam hati yang seakan mencekik leher.
Dan saat itu hujan turun, suaranya beradu dengan atap rumah, suara yang sangat berisik, sangat menggangguku, baru kali ini aku merasa terganggu dengan suara hujan, deritaku semakin lengkap ketika aliran listrik padam. Aku menangis hingga aku tertidur. Sekali lagi aku menangisi kenyataan bahwa aku akan menjadi the next Umar Bakri .

Apr11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar