Senin, 01 Juni 2015

Que Sera


21 Januari 2015 pukul 1:31
Lagu kesukaanku adalah “ Home” dari Michael Bubble. Entah mengapa dulu setiap kali mendengar lagu itu aku selalu termotivasi untuk melangkahkan kakiku. Aku ingin tahu apakah berbeda rasanya mendengarkan lagu itu di kampung halamanku atau mendengarkannya di kejauhan,ribuan kilometer dari kampung halamanku misalnya. Aku malah ingin mendengarkanlagu itu di tepi sungai Rhein, di Jerman. Ya, ada beberapa negara yang ingin kukunjungi Jerman adalah salah satunya dan Yerusalem salah duanya, hahah. Itu adalah mimpiku, bermimpi tidak dilarang dan semuanya berawal dari mimpi.

Aku memutar lagu itu saat ini dibawakan oleh Blake Shelton. Aku berpendapat Michael Buble-lah yang paling apik membawakan lagu ini secara ini adalah lagunya. Lagu ini pernah juga dibawakan oleh Westlife dan duet blake Shelton dengan Usher, bayangkan penyanyi country dan R&B membawakan lagu “Home” ya kombinasi yang istimewa. Penyanyi Korea Selatan juga tidak ketinggalan untuk membawakan lagu ini, Bernard Park, ya diacukup berhasil terbukti aku menyukainya. Tapi versi Michael Bubble tetap nomor satu.

Aku masih ingin menulis. Aku baru sajamenyadari betapa aku tidak komitmen untuk mimpiku menulis. Aku melihat tulisan Chandra Aritonang, ya sudara jauh, teman dari SD sampai kuliah, teman satu asrama, dan aku tidak pernah tahu kalau ada potensi menulis dari dirinya. Aku tidak tahu mungkin dia ketularan bang Rinto, bang Rinto juga yang menyuruhku untuk menulis. Aku akui aku tidak bagus dalam menulis sesuatu untuk Koran yang dituntut lebih ilmiah, not my style. Tetapi kalau aku berkata seperti begini maka istilahnya atau secara tidak langsung aku berkata menulis adalah takdir.TIDAK. Berdasarkan satu buku yang aku baca menulis itu bukan takdir,  seseorang itu memang tidak memiliki bakat menulis tetapi dia bisamengasahnya dan menjadi penulis.

Aku ingin menjadi penulis. Menjadi seorang yang menciptakan dunia kecil di dunia yang bersar ini. Melahirkan anak-anak lelaki dan perempuan, menciptakan kehidupan untuk mereka, menciptakan konflik untuk mereka dan juga memberikan penyelesaian untuk mereka. Aku ingin menciptakan kehidupan yang ku inginkan dalam tokoh –tokohku. Mungkin saja aku menciptakan seorang tokoh bernama Nata, seorang mahasiswa yang bisa melawan dosennya sampai akhir, memiliki rumah yang mempunyai perpustakaan dan perpustakaannya ada jendela besar dari kaca. Dari jendela itu dia bisa melihat kolam ikan dan taman. Atau aku menciptaan tokoh lain bernama Ade yang sangat menyukai puisi Sapardi dan selalu berpendapat bahwa puisi “Aku ingin “ adalah puisi paling romantis sedunia walaupun dia tidak begitu memahami maksudnya. Atau aku menciptakan karakter seorang gadis bernama Nanas yang membutuhkan waktu 3 jam untuk merapikan lemari bukunya, menyortir kertas-kertas dan mengaturnya sedemikian rupa tetapi dalam setengah jam lemari buku itu sudah berantakan.Dia sangat pelupa dan hanya ingat maksimal 3 nomor telepon. 

Menulis membuatku bisa rileks dan bahagia, itu sebabnya aku menyukainya. Aku menulis cerita dan mengirimkannya kepada temanku. Aku menuliskan puisi dan mengirimkannya kepada temanku. Aku suka menulis kecuali menulis sms.  

Aku pernah mencoba menulis novel, aku membagikannya ke beberapa temanku, beberapa dari mereka membaca dan merespon dan beberapa tidak. Sedih. PASTI. Tetapi harusnya itu tidak menghalangiku untuk menulis. Dulu aku bisa terjaga semalaman dan mencoba berfantasi untuk mendalami tokohnya hingga mataku sakit dan harus ke dokter, dokternya bilang aku stress. WHAT?????
Seseorang itu memiliki mimpinya. Aku juga.Mimpiku sangat sederhana, aku ingin menjadi penulis, guru, petani dan aku ingin memiliki kolam ikan. WHAT AGAIN???? Ya, aku terobsesi dengan kolam ikan. Entah mengapa aku selalu ingin mempunyai kolam ikan. Saking pengennya kolam ikan aku pernah meminta ladang ke orang tuaku yang dekat dengan sumber air, tujuanku adalah agar aku bisa membuat kolam ikan. Tapi aku adalah perempuan dan perempuan tidak seharusnya meminta itu.  Oke aku akan menemukan kolam ikanku sendiri.
Pokoknya aku ingin kolam ikan.

Setiap orang itu mempunyai mimpinya tetapi tidak semua orang bisa hidup dan berjalan seperti mimpinya. Seperti diriku.Aku tidak berjalan dengan mimpiku walaupun aku sudah menjadi guru sebagai salah satu mimpiku. Guru adalah impian mamak ku tersayang. Maka dalam versi Max Lucado aku adalah orang yang menjalani mimpi orang lain. Tetapi aku sudah berdamai dengan diriku, aku akan menjadi guru dan itu sebabnya aku berada disini.
Hidupku masih lebih baik dibandingkan banyak orang diluar sana yang mungkin bahkan tidak memiliki kesempatan untuk bermimpi. Jangankan bermimpi mereka bahkan tidak punya waktu untuk tidur. Kehidupan mereka selalu siang dan terjaga, terjaga untuk waspada jangan jangan akan ada bom molotov yang mendarat persis di kaki mereka. Maka aku mencoba berdamai dengan diriku dan hidup dengan baik.


I try to write a poem, I would like to share :

Hari akan datang kemudian berganti
Malam akan menyapa dan dihalau oleh mentari pagi
Begitulah ketidakabadian
Dan kita berdiri diantaranya
Daun jatuh, bunga layu, pohon mati dan embun lenyap
Begitulah ketidakpastian
Aku dan kau didalamnya
Hari ini menggenggam dan sebentar dilepaskan
Ketidakmungkinan, keraguan, pergantian
Matahari terbit lalu terbenam
Selamanya adalah kata yang tidak bisa kita gunakan
Kita tertawa, kita diam, kita menangis,kita tersenyum
Semuanya menarik dan kita yang merasakannya
Musim dingin, musim semi, musim panas dan musim gugur
Aku dan kau berjalan di kehidupan tanpa jaminan
Tanpa ritme dan selalu penuh kejutan
Dan untuk semua kejutan itulah kita ada


Tidak ada komentar:

Posting Komentar