Senin, 01 Juni 2015

Untukmu tempat yang telah ku tinggalkan selama 12 tahun


            Aku memiliki masa kanak-kanak yang menyenangkan. Aku bermain dengan segala hal yang alam berikan kepadaku. Bermain di bawah hujan hingga bibirku membiru dan dimarahi mamak dan bapak tetapi akan ku ulangi ketika hujan turun. Meluncur dengan pelepah pinang dan tertawa ketika aku atau temanku terlempar kelumpur. Bermain uang-uangan dengan daun bunga kembang sepatu dan menyimpannya disela-sela tumpukan batu bata yang kami anggap bank. Bermain masak-masakan dengan tempurung kelapa dan lumpur sebagai sambal kacangnya. Bermain bongkar pasang dan berbicara sendiri, masa kecilku benar-benar menyenangkan dan kreatif.
            Hari ini aku merindukanmu, tempatku lahir dan menghabiskan masa kanak-kanakku. Aku mengingat setiap sudut-sudutmu, setiap rumah, belokan, jalan tikus dan wajah-wajah penduduk disana, karena aku adalah seorang observer. Aku bisa mendeskripsikan dengan jelas tentangmu walaupun aku sudah menghabiskan waktu lebih banyak dan akan lebih banyak lagi diluar dirimu. Setiap hari saat aku merindukanmu aku membayangkan diriku berdiri di depan rumahku yang bercat biru langit, aku akan mengambil kamera untuk mengabadikanmu. Gereja yang berdiri di barat berlatar pegunungan hijau yang indah saat matahari terbenam di musim kemarau.
            Aku membayangkan diriku berjalan disana, terkadang aku merasa asing karena ada saja wajah baru yang kulihat, anak-anak kecil sudah menjadi remaja, sering membuatku pangling dan ada saja waktu yang membuatku merasa tua, walaupun untukku sendiri aku tetaplah aku. Aku mendengar beberapa dari pendudukmu telah pergi dan aku dikejauhan ini juga merasa sedih. Hidup dipedesaan kecil bagiku adalah anugerah dan baru sekarang aku menyadarinya. Aku bersyukur hidup ditengah-tengah komunitas yang saling mengenal satu dengan yang lain. Aku suka saat orang-orang tua menanyakan kapan aku datang dan apa yang aku lakukan.
            Hari ini aku benar-benar merindukanmu. Hari ini aku mengunjungi Pingtung, kawasan paling selatan Taiwan. Berada di daerah ini akan membuatmu seakan berada di Indonesia. Aku melihat pinang, kelapa, papaya, nangka, pisang, jagung dan padi yang akan sangat jarang dilihat di utara Taiwan walaupun di Chiayi akan sangat mudah melihat padi. Sepanjang perjalanan aku seakan melihat daerahku sendiri. Tempat pertama yang kami kunjungi di Pingtung adalah Banana Research Center, sebuah organisasi non-profit yang meneliti pisang. Sebenarnya Taiwan ini adalah negeri kecil jadi lahan mereka juga sangat sempit tetapi mereka masih berusaha untuk mengembangkan sector pertanian di lahan yang terbatas. Tempat riset ini mengembangkan bibit yang diambil dari tunggul pisang yang menghasilkan beberapa bibit pisang yang berkualitas. Aku membayangkan betapa lelahnya bapakku menanam pisang dengan mengambil bibit langsung dari induknya. Andaikan petani didukung oleh lembaga riset seperti ini.
            Tempat kedua yang kami kunjungi adalah perkebunan mangga. Petani di Pingtung menanam mangga dilahan yang dilindungi oleh dinding dan kain seperti jarring transparan untuk melindungi mangga dari serangan taifun yang memang sering melanda Taiwan. Pertanian di Pingtung memang didukung oleh teknologi yang sangat bagus menurutku. Aku mengingat bapak pernah mengeluhkan mengenai cabang duku yang sering patah kala angin kencang dan buah duku yang dimakan oleh hewan. Bagaimana cara mengatasi masalah cabang yang patah karena angin kencang dan serbuan hewan-hewan yang memakan buah duku. Pertanian disini selalu menggunakan teknologi untuk mengurangi ongkos produksi dan meningkatkan keuntungan.
            Tempat terakhir adalah pertanian jambu air. Petaninya adalah seorang lelaki yang ku taksir berusia 40 tahun yang sangat semangat dan berulang kali mengatakan bahwa dia sangat ahli dalam merawat jambu. Dia juga mengatakan bahwa dia bisa mengontro pohon jambunya dengan baik dan kelihatannya dia sangat menikmati menjadi petani. Dia membangun semacam rel ditengah kebun jambunya untuk memudahkan memanen jambu tanpa harus membutuhkan banyak orang untuk memanen.
            Dan disini aku berpikir alangkah baiknya kalau di Indonesia juga ada pelatihan seperti ini. Sarjana pertanian tidak usah lagi bekerja di bank, di kejaksaan lembaga-lembaga yang tidak relevan dengan disiplin ilmunya dan memulai langkah untuk membantu petani untuk menggunakan teknologi dalam rangka meningkatkan penghasilan dengan mengurangi ongkos produksi. Aku berpikir bagaimana kalau petani di kampungku sebaiknya menggunakan kain berbentuk jarring untuk melindungi padinya dari serangan burung-burung daripada menghalaunya dengan orang-orangan. Rasanya lebih praktis menjaga padi yang sedang berbuah itu dengan kain jarring sehingga burung tidak bisa mengganggu padi-padi itu. Memang untuk pertama akan mahal tetapi jarring-jaring itu bisa digunakan untuk beberapa tahun mendatang.
            Aku juga berpikir alangkah baiknya kalau ada peneliti yang mengkhusukan diri untuk meneliti kemungkinan durian bisa berbuah sepanjang tahun. andaikan durian-durian dikampungku bisa berbuah sepanjang tahun maka itu akan sangat baik. Lagipula durian di kampungku terkenal sangat enak.
Sebenarnya aku ingin menceritakan ini kepada bapakku, aku ingin tahu bagaimana pendapatnya dengan teknologi pertanian disini. Mungkin dia akan kagum jika aku mengatakan bahwa petani disini menanam padi dengan menggunakan mesin. Padi disini tidak perlu dijaga oleh orang-orangan, aku juga tidak tahu mengapa tidak ada burung-burung yang hinggap di padi-padi itu. Aku juga ingin memberitahu bapakku bahwa dosenku berkata mengapa aku tidak mengembangkan sesuatu di kampungku saja karena aku mengatakan bahwa kampungku menghasilkan kopi coklat juga. Ah aku iri dengan orang-orang disini.
            Aku berharap aku akan secepatnya menyelesaikan segala sesuatu disini dan pulang. Aku sudah rindu untuk duduk dibalakang rumahku, menyesap secangkir kopi dan mendengarkan daun-daun yang berbisik menghasilkan suara yang khas. Aku juga sudah rindu duduk di teras rumahku menyaksikan matahari terbenam dibalik pegunungan di sebelah barat yang menghasilkan guratan jingga kadang dengan bonus warna tosca dilangit. Aku bahkan merindukan suara lonceng di hari minggu, suara hujan yang beradu dengan atap dan suara penyanyi dari lapo tuak. Aku rindu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar